Kolase: Piyono dan ikan alligator, spesies ikan dari perairan di Amerika. (KOMPAS.com/ Nugraha Perdana)

Malang – Piyono, kakek berusia 61 tahun asal Kota Malang divonis 6 bulan karena memelihara ikan aligator gar.

Tangisan Piyono pecah saat vonis dibacakan di Pengadilan Negeri Malang Kelas IA Kota Malang pada Senin (9/9/2024).

Tak hanya Piyono, anggota keluarga dari kakek dengan tiga cucu yang datang ke Ruang Sidang Garuda juga tak kuasa menahan tangis.

Setelah mendengar vonis itu, Priyono mengaku pasrah. Ia merasa sebagai penjahat besar. Padahal yang ia lakukan tak merugikan siapa pun saat memelihara ikan tersebut.

“Saya ini orang bodoh, tidak tahu apa-apa, sudah berusaha berbuat baik, hanya memelihara ikan itu tetapi dipenjara, ini saya sudah seperti penjahat,” kata Piyono, Senin.

Ikan dirawat selama 18 tahun

Anak dari Piyono, Aji Nuryanto berharap kakek 61 tahun itu dibebaskan. Ia dan keluarga mengaku tidak mengetahui adanya aturan larangan pemeliharaan ikan aligator gar.

Menurut Aji, ikan tersebut dibeli di Pasar Burung Splendid, Kota Malang pada tahun 2006. Kala itu ikan yang dibeli ada delapan ekor ukuran kecil dan harganya Rp 10.000 per ekor.

Dengan berjalannya waktu, ikan aligator gar terus tumbuh dan yang tersisa hanya lima ekor.

“Memeliharanya sejak tahun 2006, jadi dipelihara kurang lebih 16 tahun, sedangkan aturan atau undang-undangnya itu baru ada sejak tahun 2020, ikan ini juga dijual di pasaran bebas,” kata Aji.

Tak ada sosialisasi

Menurut Aji, pada Jumat (2/2/2024), petugas Polda Jatim mendatangi kolam pemancingan milik ayahnya yang ada di Kelurahan Sawojajar, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.

Petugas kemudian menemukan lima ikan aligator gar di kolam pemancingan milik Piyono.

“Katanya petugas kepolisian tahunya dari warga, tapi warga yang mana tidak mungkin, selama ini tidak ada yang mempermasalahkan, dipelihara sendiri,” kata dia.

Lalu petugas dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Satuan Wilayah Surabaya juga mendatangi lokasi pada 22 Februari 2024.

“Sempat ditanyai sama petugasnya dari kelautan ditanyai apakah ada sosialisasi? Enggak ada, enggak pernah,” kata Aji.

Menurut Aji, ikan yang dirawat selama 18 tahun itu sudah berukuran 1 meter dan ditempatkan di kolam karantina yang terpisah dengan kolam pemancingan yang ada.

Lalu kelima ekor ikan itu dimusnahkan dengan disaksikan oleh petugas kepolisian dan Piyono ditahan pada 6 Agustus lalu di Lapas Kelas I Malang Lowokwaru.

“Saya juga tidak dapat pemberitahuan, saya lihat HP-nya bapak tiba-tiba saya ditelepon diminta ke kejaksaan untuk mengambil barang-barang bapak, ternyata ditahan, surat penahanannya seperti apa tidak tahu,” kata dia.

Kondisi kesehatan menurun

Seorang kakek bernama Piyono (61) asal Kota Malang, Jawa Timur berurusan dengan hukum gegara memelihara ikan aligator gar yang biasa digunakan untuk membersihkan kolam ikan.

Aji mengatakan kesehatan ayahnya menurun karena selama dua tahun terakhir, Priyono menderita diabetes dan melakukan pengobatan rutin menggunakan suntik insulin.

“Selama ditahan diganti mengonsumsi obat menggunakan pil, kondisi kesehatannya menurun,” kata dia.

Piyono juga masih memiliki tanggungjawab menguliahkan satu dari ketiga anaknya.

“Ada satu yang masih kuliah di Surabaya, cucunya tiga,” kata dia.

Hal senada juga sampaikan penasihat hukum Piyono, Guntur Putra Abdi Wijaya. Ia mengatakan Piyono sebelumnya tidak pernah menerima sosialisasi terkait aturan larangan pemeliharaan ikan aligator dari Pemerintah.

Selain itu Piyono juga tidak pernah terlibat persoalan hukum sebelumnya.

“Upaya hukum yang kami lakukan, berharap terdakwa ini dibebaskan atau menjadi tahanan percobaan, atau tahanan kota sehingga seperti wajib lapor saja,” kata dia.

Ia mengatakan putusan Majelis Hakim telah memberatkan terdakwa dan perasaan keluarga. Dia mengaku sudah berupaya mengajukan upaya hukum agar ada putusan bebas.

“Atau seringan-ringannya, di mana terdakwa berada di rumah, dengan wajib lapor, tetapi hakim berpendapat lain, dengan hal ini memberatkan keluarga,” kata dia.

Guntur mengatakan, untuk selanjutnya pihaknya belum bisa menyampaikan langkah apa yang akan dilakukan.

“Kami berkoordinasi dahulu dengan pihak keluarga, langkah apa yang kami tempuh, supaya sidang terdakwa cepat selesai,” kata dia.

Dia mengatakan, Piyono merasa tidak bersalah karena memelihara ikan sejak sebelum muncul aturan pidana yang mengatur soal hewan tersebut.

“Jadi terdakwa memelihara tidak merugikan lingkungan, yang selanjutnya masih banyak juga pedagang yang berjualan ikan ini, ketiga tidak ada sosialisasi yang diterima oleh terdakwa dari pihak-pihak terkait tentang larangan ini,” kata dia.

Jaksa sebut putusan dinilai memenuhi rasa keadilan

Ikan Aligator Gar adalah spesies ikan air tawar yang tidak boleh dipelihara di Indonesia. Sebab, ikan ini merupakan spesies ikan dari perairan di Amerika.(SHUTTERSTOCK/Nantawat Chotsuwan)

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kota Malang, Su’udi mengatakan, putusan Majelis Hakim yang ada dinilai telah memenuhi rasa keadilan dan dinilainya ringan.

Menanggapi rasa keberatan dari terdakwa, Su’udi mengatakan, suatu aturan hukum yang sudah ada dan ditetapkan maka masyarakat sudah dianggap tahu, sehingga perbuatan Piyono melanggar hukum.

Disinggung soal opsi restorative justice yang tidak dilakukan terhadap terdakwa, dia menyampaikan, bahwa perkara ini adalah limpahan dari Polda Jatim.

“Kemudian tidak ada korbannya, tidak ada perdamaian. Ini kan deliknya formil, orang yang memelihara ikan yang dilarang, jadi tidak dipersyaratkan korban, jadi perbuatannya yang dilarang,” kata dia.

Putusan Majelis Hakim ini lebih ringan dari sidang agenda tuntutan yang disampaikan JPU Kejari Kota Malang beberapa waktu lalu, yakni delapan bulan penjara dan subsider dua bulan penjara atau denda Rp 10 juta.

Pihaknya juga merasa telah mempertimbangkan hal-hal yang meringankan terhadap terdakwa.

“Sudah ditulis dalam tuntutan kami, seperti beliau berusia tua, memiliki sakit, sudah disampaikan di persidangan, dan ini putusan akhirnya,” kata dia lagi.

Vonis yang ada terhitung dengan masa tahanan yang sudah dijalankan sejak awal Agustus 2024 ini.

“Tinggal empat bulan, atau tiga bulanlah, sebentar lagi sebenarnya,” kata dia. (kompas).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer