
Jakarta – Istri siri dari hakim nonaktif Agam Syarif Baharudin, Imma Selviana, mengaku pernah menemukan uang tunai dalam mata uang asing saat menggeledah apartemen Agam.
Hal ini disampaikan Imma saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap majelis hakim yang memberikan vonis onslag atau vonis lepas untuk tiga korporasi crude palm oil (CPO).
“Kalau saya geledah apartemen (milik Agam) itu kira-kira seminggu setelah tanggal 7 Desember 2024,” ujar Imma, saat sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2025).
Imma mengatakan, pada saat itu, ia dan Agam dalam proses cerai. Ia hendak mengantarkan pakaian Agam ke apartemennya. Namun, karena terbawa emosi, Imma akhirnya menggeledah isi apartemen itu.
“Dapat uang (valas) itu? Berapa jumlahnya?” tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Imma mengatakan, uang yang ditemukannya dalam bentuk pecahan 100 Dollar Amerika Serikat. Jumlahnya baru ia ketahui saat menukar uang di money changer.
Penukaran ini terjadi pada bulan Februari 2025 dan berjumlah kurang lebih Rp 2 miliar.
Di hadapan majelis hakim, Imma mengaku merupakan istri kedua Agam. Mereka menikah secara siri pada tahun 2023.
Imma mengaku, keberadaannya disembunyikan Agam dari istri pertamanya.
Selama menikah, Imma mengaku diberikan uang nafkah Rp 5 juta per bulan oleh Agam.
Namun, sekitar tiga bulan sekali, Imma juga mengaku mendapatkan uang Dollar Amerika Serikat dari Agam.
“Ada pemberian uang dollar Amerika Serikat bisa 2-3 kali sebulan, bisa 50-70 lembar, kalau kita konversi, per lembar 100 Dollar Amerika Serikat, kurs Rp 16.000, ini Rp 110 juta, ini BAP saudara?” tanya jaksa.
Imma mengatakan, BAP yang dibacakan jaksa ada sedikit kesalahan. Uang valuta asing ini diterimanya tiga bulan sekali, bukan sebulan tiga kali.
Jaksa pun membacakan BAP Imma yang lain, masih soal penerimaan uang valuta asing.
“BAP lain, ada keterangan, pada bulan Oktober atau November 2024, saya pernah diberikan uang dollar sebanyak 200 lembar pecahan 100 USD. Kemudian saya tukarkan ke money changer, seluruhnya berjumlah Rp 300 juta?” tanya jaksa.
Imma membenarkan ia pernah menerima uang yang disebutkan jaksa.
“Ibu enggak pernah tanya ini uang apa? Pak Agam kan hakim, gaji rupiah?” tanya jaksa.
Imma mengaku tidak pernah menanyakan pemberian Agam. Ia mengatakan, selama menikah, justru Agam yang lebih dahulu menjelaskan asal uang tersebut.
“Setiap dikasih uang, saya tidak pernah bertanya uang apa dan dari mana. Tapi, beliau ketika memberikan uang, beliau yang selalu bilang duluan. ‘Abi ada rezeki’, paling bilang ‘Ada kawan bantu kerjaan’,” ujar Imma.
Imma mengatakan, uang yang diberikan Agam selama ini dimasukkan ke reksa dana.
Saat hendak diperiksa penyidik, dana yang sudah terkumpul hingga Rp 3,3 miliar ini sempat dijual sebagian.
Ia mengaku, sempat panik dan tiba-tiba menjual reksa dana ini dengan total nilai Rp 1 miliar.
Imma mengatakan, uang reksa dana yang dijualnya itu merupakan hasil jerih payahnya berusaha, bukan dari pemberian Agam.
Namun, uang hasil usahanya dan pemberian Agam masuk dalam rekening yang sama.
Dana senilai Rp 2,3 miliar ini juga sudah dibekukan oleh Kejaksaan Agung sejak Agam ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus suap.
Dalam perkara ini, jaksa mendakwa lima orang hakim dan pegawai pengadilan menerima suap dari kuasa hukum tiga korporasi sawit untuk menjatuhkan vonis bebas dalam kasus korupsi terkait ekspor CPO.
Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
Pada akhirnya, majelis hakim menjatuhkan vonis lepas terhadap tiga korporasi tersebut. (kompas)