Foto: Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

Jakarta – Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan perkara Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto adalah perkara suap.

Hal ini disampaikan oleh jaksa KPK dalam menjawab nota keberatan atau eksepsi dalam sidang kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait perkara eks calon anggota legislatif (Caleg) PDI-P, Harun Masiku.

Dalam eksepsi yang dibacakan pada Jumat, 21 Maret 2025, Hasto menilai KPK tidak berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap dirinya lantaran tidak ada kerugian negara dalam perkara yang diusut.

Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019, disebutkan bahwa Komisi Antirasuah itu hanya berwenang mengusut perkara yang melibatkan penyelenggara negara, aparat penegak hukum, dan kerugian negara minimal Rp 1 miliar.

“Dalam eksepsinya, terdakwa berdalih bahwa dalam UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 telah membatasi kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi, di antaranya adanya kerugian keuangan negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),” kata jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/3/2025).

“Sedangkan dalam perkara yang dituduhkan kepada terdakwa tidak ada kerugian keuangan negara, sehingga KPK tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan,” ucapnya sambil membacakan eksepsi Hasto.

Jaksa menyatakan bahwa Hasto dan tim hukumnya salah memaknai Pasal 11 UU KPK.

Pasalnya, perkara Sekjen PDI-P itu bukan merupakan delik yang terkait dengan kerugian negara.

Jaksa menyebutkan bahwa Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Dalam pasal ini disebutkan bahwa setiap orang dapat dipidana jika melakukan perbuatan curang dengan cara memberi atau menerima, menimbulkan harapan, atau menjanjikan hadiah, keuntungan, atau upah dalam bentuk apa pun.

Dengan penjelasan tersebut, jaksa menegaskan bahwa perkara Hasto bukan berkaitan dengan kerugian negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor, melainkan perkara memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara atau suap.

“Perkara aquo bukanlah perkara yang deliknya terkait dengan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, tetapi terkait dengan pasal suap,” kata jaksa. (kompas).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer