
Jakarta – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD mengatakan, putusan MK nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan lokal sebagai bentuk pertobatan.
“Mungkin independensi MK mungkin, mungkin pertobatan saja,” kata Mahfud dalam acara talkshow Terus Terang di kanal Youtubenya @Mahfud MD Official, dikutip dari Kompas.com, Jumat (11/7/2025).
Dia mengatakan, pertobatan ini dilakukan MK karena pada tahun-tahun sebelumnya, saat Anwar Usman menjadi Ketua MK, banyak putusan yang membuat nama lembaga tersebut hancur.
Termasuk soal putusan 90/PUU-XXII/2024 yang memangkas batas usia maksimal capres-cawapres sehingga Gibran Rakabuming Raka melanggeng menjadi cawapres pada Pemilu 2024.
“Itu namanya (nama MK) kan hancur lebur, sampai ketuanya dipecat, karena melanggar etik, semua hakimnya dapat peringatan,” tuturnya.
Saat itu, kata Mahfud, MK dinilai tidak independen.
Sesuai dengan putusan Majelis Kehormatan MK yang dipimpin Jimly Ashiddiqie saat itu menyebut MK telah membiarkan dirinya diintervensi oleh pihak luar.
“Nah mungkin sekarang ‘saya tidak bisa diintervensi’ lalu membuat putusan seperti ini,” ucap Mahfud.
Namun dia menegaskan, pernyataannya ini hanya sekadar analisis sebagai orang yang pernah menjadi bagian dari institusi penjaga konstitusi tersebut.
“Analisis, dan saya tetap hormat kepada hakim-hakim MK, karena ketika saya menjadi hakim MK pun merasa putusan saya ini independen. Mungkin sekarang merasa begitu, ya biar saja,” tandasnya.
Sebelumnya, putusan MK terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah itu tertuang dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Keputusan tersebut menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal harus dilakukan secara terpisah mulai tahun 2029.
Putusan yang dibacakan MK pada Kamis (26/6/2025) tersebut menyatakan, keserentakan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan pelaksanaan pemilihan umum nasional yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden, dengan pemilu lokal yang meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
MK juga menyatakan, pemilu lokal dilaksanakan dalam rentang waktu antara dua tahun hingga dua tahun enam bulan setelah pelantikan Presiden-Wakil Presiden dan DPR-DPD. (kompas)