Foto: Suasana duka di rumah keluarga almarhum Basri (52), warga Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, yang tewas ditembak di Malaysia, Selasa (28/1/2025). (Dokumentasi Azra’i.)

Jakarta – Pemerintah Indonesia didorong menuntaskan kasus dugaan penembakan lima pekerja migran asal Indonesia (PMI) di Malaysia oleh aparat hukum negara itu. LSM Migrant Care mencatat ada puluhan kasus kematian pekerja migran Indonesia di tangan aparat Malaysia yang belum terungkap.

LSM Migrant Care mencatat setidaknya 75 pekerja migran Indonesia (PMI) telah meninggal selama 20 tahun terakhir, karena diduga extrajudicial killing atau pembunuhan oleh aparat tanpa proses peradilan di Malaysia.

Direktur Migrant Care, Wahyu Susilo menilai kasus serupa berulang dan menguap tanpa kejelasan.

“Kalau kita merunut peristiwa ini hampir terjadi setiap tahun dan penyelesaiannya enggak pernah tuntas,” kata Wahyu kepada wartawan Johannes Hutabarat yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Selasa (28/01).

Wahyu menuntut agar pemerintah Indonesia harus serius menuntaskan kasus penembakan lima warga negara Indonesia.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Sugiono mengatakan “menyesalkan jatuhnya korban jiwa WNI” dan menyatakan “duka cita”.

“Menlu RI mendorong investigasi menyeluruh terhadap insiden penembakan yang dilakukan oleh APMM, termasuk dugaan adanya excessive use of force,” kata Sugiono.

Kementerian Luar Negeri Indonesia juga telah mengirim nota diplomatik kepada pemerintah Malaysia untuk mendesak penyelidikan lebih lanjut kasus tersebut.

Dalam kesempatan terpisah, Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan berdasarkan informasi dari Polis Diraja Malaysia (PDRM), para pekerja migran Indonesia tersebut “hendak keluar dari Malaysia melalui jalur ilegal”.

Mengutip keterangan otoritas Malaysia, media-media negara itu menyebut para para pekerja migran sempat menabrakkan kapal APMM sampai empat kali.

Para pekerja migran tersebut juga sempat disebut mencoba menyerang APMM menggunakan parang.

Keterangan ini berbeda dengan keterangan dua orang WNI, HA dan MZ, yang mengaku tidak melakukan perlawanan dengan senjata tajam.

Bersama dua WNI lainnya, mereka kini sedang dirawat di rumah sakit di Malaysia.

Apa langkah yang sudah dilakukan Kemenlu Indonesia?

Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan pihaknya mendorong otoritas Malaysia melakukan investigasi menyeluruh atas insiden ini, kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kemenlu Indonesia, Judha Nugraha.

“Termasuk kemungkinan penggunaan kekuatan berlebihan (excessive use of force),” kata Judha dalam keterangan tertulis yang diterima BBC News Indonesia, Rabu (29/01).

KBRI Kuala Lumpur, menurutnya, masih terus mengumpulkan informasi lebih lengkap guna mendapatkan “konstruksi kejadian yang lebih jelas”.

Mereka juga meminta retainer lawyer KBRI untuk mengkaji dan menyiapkan langkah hukum.

Dua WNI bantah melawan dengan senjata tajam

Kementerian Luar Negeri Indonesia juga telah melakukan akses kekonsuleran pada Selasa (28/01) guna menemui empat WNI korban yang sedang dirawat di Rumah Sakit Serdang dan Rumah Sakit Klang, Malaysia.

Dari keempat korban, dua WNI telah terverifikasi identitasnya, yaitu HA dan MZ, ungkapnya.

“Keduanya keduanya berasal dari Provinsi Riau,” kata Judha.

HA dan MZ telah mendapatkan perawatan dan dalam kondisi stabil. Keduanya juga menjelaskan kronologi kejadian.

“Dan [HA dan MZ] menyatakan tidak ada perlawanan dengan senjata tajam dari penumpang WNI terhadap aparat APMM [Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia],” katanya.

Adapun dua korban lainnya masih berada dalam kondisi kritis pasca operasi dan belum dapat memberikan keterangan, tambah Judha.

Kapan jenazah korban dipulangkan ke Riau?

Lebih lanjut Judha berujar, Kemlu dan KBRI Kuala Lumpur juga tengah mengurus proses pemulasaran satu orang WNI yang meninggal berinisial inisial B asal Propinsi Riau untuk dipulangkan ke Tanah Air.

“Repatriasi jenazah direncanakan dilakukan hari Rabu (29/1),” ungkapnya.

Pemulangan melalui penerbangan Kuala Lumpur-Pekanbaru dan dilanjutkan perjalanan darat menuju kampung halaman almarhum di Pulau Rupat, Provinsi Riau.

Selanjutnya, Kemlu dan KBRI Kuala Lumpur akan memberikan pendampingan hukum kepada para WNI untuk memastikan terpenuhinya hak-hak mereka dan juga membiayai perawatan mereka di rumah sakit hingga sembuh.

Harus diusut tuntas agar aparat Malaysia tidak sewenang-wenang

Wahyu Susilo mengatakan investigasi perlu dilakukan oleh lembaga berwenang dari dua negara, termasuk juga komisi HAM di dua negara, yakni Komnas HAM dan Suruhanjaya Hak Asasi Manusia Malaysia.

Bahkan, menurutnya investigasi tersebut perlu dipantau oleh kelompok masyarakat sipil.

Menurut Susilo pengusutan tuntas perlu dilakukan agar aparat Malaysia tidak bertindak sewenang-wenang terhadap para PMI.

“Harus juga diinvestigasi agar para polisi atau otoritas bersenjata Malaysia itu tidak menikmati impunitas,” kata Wahyu.

“Sudah ada 75 orang setidaknya meninggal karena extrajudicial killing yang dilakukan oleh mereka kok tidak ada penghukuman terhadap mereka,” kata Wahyu.

Kronologi penembakan versi Malaysia

Kejadian penembakan lima pekerja migran Indonesia ini terjadi pada Jumat (24/01) di perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia.

Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Christina Aryani, dalam jumpa pers Minggu (26/01), mengatakan Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) yang tengah berpatroli menemukan sebuah kapal yang ditumpangi dan diawaki lima pekerja migran asal Indonesia.

Dalam kesempatan terpisah, Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan berdasarkan informasi dari Polis Diraja Malaysia (PDRM), para pekerja migran Indonesia tersebut hendak keluar dari Malaysia melalui jalur ilegal.

Berdasarkan informasi PDRM tersebut, Kemenlu juga sempat menyebut penembakan oleh APMM disebabkan aksi perlawanan dari para Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Satu orang meninggal. Sementara empat lainnya mengalami luka.

Mengutip keterangan aparat negeri Malaysia, media-media negeri itu menyebut para para pekerja migran sempat menabrakkan kapal APMM sampai empat kali.

Para pekerja migran tersebut juga sempat disebut mencoba menyerang APMM menggunakan parang.

Keterangan ini berbeda dengan kronologi versi dua warga Indonesia. Mereka mengaku tidak melakukan perlawanan dengan senjata tajam.

Siapa empat orang WNI yang diduga ditembak?

Satu korban tewas, menurut Kemenlu RI berinisial B asal Riau.

Kemenlu Indonesia mengatakan korban bisa pulang setelah otopsi. B rencananya dipulangkan ke Indonesia pada Rabu (29/02).

Dua korban luka lain asal Riau, yakni HA dan MZ yang juga berasal dari Riau.

Sementara, dua korban luka asal Aceh, dalam pemberitaan media adalah Muhammad Hanafiah dan Andry Ramadhana.

Stigma dan prasangka terhadap pekerja migran ilegal

Catatan Migrant Care sejak 2005 sampai 2025, sudah ada 75 pekerja migran Indonesia di tangan aparat Malaysia.

Direktur Migrant Care, Wahyu Susilo mengatakan 75 kasus kematian tersebut tergolong “extra judicial killing” atau pembunuhan oleh aparat tanpa proses peradilan.

Wahyu Susilo mengatakan kasus-kasus penembakan terdahulu didasari pada prasangka.

“Aparat otoritas bersenjata Malaysia yang menganggap pekerjaan migran sebagai ‘indon’ dan di dalam kosakata Melayu, indon itu lebih dekat pada pelaku jenayah atau pelaku kriminal,” kata Wahyu.

Menurutnya hal ini menyebabkan suburnya praktik tindakan sewenang-wenang, meski para PMI yang tersangkut kasus belum diproses lewat lembaga peradilan.

Alex Ong, aktivis Migrant Care di Malaysia, mengatakan stereotip kriminal juga melekat pada pekerja migran yang bekerja tanpa dokumen legal. Padahal, menurutnya dua hal tersebut berbeda.

“Kalau pendatang tanpa izin, mereka itu hanya melanggar undang-undang imigrasi dan tidak berniat untuk melanggar undang-undang kriminal,” kata Alex Ong. (nvc/Detik/BBC Indonesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer