"Musim kemarau di Indonesia ini akan tambah panjang, karena pengaruh dari badai El Nino. Kekeringan makin menjadi, dan kebakaran pun semakin merembet. Ini bukan sesuatu yang baru, tetapi memang sudah musimnya. Masyarakat diminat untuk selalu aware dengan kondisi lingkungan," ujar Sutopo saat dihubungi VIVA.co.id, Selasa, 7 Juli 2015.
Menurut Sutopo, hingga saat ini, belum tercatat adanya korban jiwa akibat musim kemarau. Sebab warga maish bisa diatasi, berbeda dengan negara-negara lain. Sementara itu, dari data yang diperolehnya, kemarau panjang ini akan mencapai puncaknya pada bulan September 2015 mendatang.
Dia menambahkan, untuk menanggulangi kebakaran dan kekeringan ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) hanya bisa mengirimkan air dalam kapasitas yang tidak begitu banyak dan disesuaikan dengan kondisi.
"Kalau jangka panjangnya dari kesadaran manusia itu sendiri. Contohnya perlu pengelolaan lingkungan yang komprehensif caranya membangun waduk, irigasi dan penataan air," kata dia.
Titik Panas
Sejauh ini, titik api sudah terjadi di Riau. Berdasarkan informasi dari alat pemantau PM10, Indeks Standar Pencemaran Udara Nasional (ISPU), kualitas udara di Bumi Melayu itu dalam kategori sedang.
"Sementara secara umum kondisi cuaca di Riau cerah berawan. Peluang hujan dengan intensitas ringan tidak merata pada malam atau malam dini hari terjadi di wilayah Riau bagian Barat dan tengah," kata Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pekanbaru, Slamet Riyadi, Selasa, 7 Juli 2015.
Menurut data yang di-update BMKG pukul 16.00 WIB hari ini di Riau, tercatat, temperatur maksimal mencapai 32-34 derajat celcius, dengan kelembaban 90-96 persen. Secara umum, kondisi cuaca di Riau terlihat cerah berawan. Peluang hujan dengan intensitas ringan tidka merata pada malam atau malam dini hari terjadi di Riau bagian utara dan tengah.
Kekeringan
Tak hanya itu, kemarau juga menyebabkan beberapa daerah di Indonesia mengalami kekeringan. Khusus di Jawa Timur, dari 38 kabupaten dan kota, sedikitnya ada tujuh daerah sudah menyatakan darurat kekeringan lahan pertanian.
Menghadapi situasi tersebut, Dinas Pertanian Jawa Timur mengimbau kepada para petani agar menanam kedelai. "Kalau masih ada air yang bisa dipompa, kita akan bantu. Tapi, kalau sudah benar-benar kering, kita imbau untuk tidak memaksa menanam padi," ujar Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Jawa Timur, Nur Falakhi.
Nur Falakhi mengimbau petani agar beralih menanam komoditas yang tidak membutuhkan banyak air, yakni jagung atau kedelai. Secara khusus, kedelai memang paling sedikit membutuhkan air. Selain itu, saat ini pemerintah tengah menyiapkan target tinggi untuk petani kedelai.
Sebab, kata dia, hal tersebut dilakukan untuk menjaga tingkat produksi kedelai yang di Jawa Timur terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
"Tahun ini, ada bantuan benih, pupuk dan pestisida untuk 90 ribu hektar. Kalau tidak begitu, minat masyarakat semakin rendah," katanya.
Berdasarkan catatan Dinas Pertanian Jawa Timur, jumlah petani kedelai terus menurun dari tahun ke tahun. Jika pada 2003 jumlah petani kedelai di Jawa Timur mencapai 417 ribu, pada 2015 jumlahnya hanya tinggal 296 ribu petani.
Kondisi lebih buruk lagi terjadi di lima daerah pertanian di Nusa Tenggara Barat (NTB). Di sana petani terancam mengalami gagal panen padi akibat kemarau.
Lima daerah itu adalah Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Bima, dan Kabupaten Dompu.
Dinas Pertanian menyatakan bahwa Juni sampai Juli tahun ini adalah puncak musim panen padi. Ancaman gagal panen mengintai, karena kekurangan pasokan air, ditambah prakiraan cuaca bahwa tak ada hujan turun sepanjang bulan-bulan itu.
Menurut Kepala Dinas Pertanian, Mochlis, target 100 ribu ton beras dari wilayah NTB dipastikan tak terpenuhi kalau benar terjadi gagal panen. Badan Urusan Logistik (Bulog) setempat ditargetkan dapat menyerap paling sedikit 515 ribu ton beras.
Dinas, kata Mochlis, sudah mengantisipasi ancaman gagal panen itu dengan menyalurkan 150 pompa air ke 10 lokasi pertanian di lima kabupaten itu. Pompa air diharapkan dapat memanfaatkan lekuk-lekuk air sebagai tandon pengairan lahan pertanian.
Mochlis mengaku sedikit optimistis kondisi pertanian padi sekarang dapat mencukupi target serapan beras untuk gudang Bulog, meski harus ditopang pasokan air yang memadai.
Menurutnya, beberapa daerah sentra pertanian padi akan memproduksi beras secara stabil sesuai normatif musim pertanian di NTB, yaitu padi, kemudian palawija.
"Boleh menanam padi seterusnya suatu daerah, apabila memiliki aliran air yang tak pernah mengering. Daerah itu justru kalau ditanam tanaman lain akan rusak," ujar Mochlis
Badai El Nino
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, Indonesia akan mengalami cuaca minim hujan hingga awal 2016. Kondisi ini dikarenakan adanya perkiraan fenomena El Nino yang terjadi dengan suhu air di Samudera Pasifik lebih hangat dari perairan Indonesia.
Menurut Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Yunus Subagyo Swarinoto, El Nino hingga November 2015 ini berjenis El Nino moderat yang membuat uap air yang mengalir dari Indonesia menuju Pasifik membentuk awan hujan menjadi minim di Indonesia.
"El Nino ini bukan lah El Nino parah seperti yang melanda Indonesia pada 1997. Tapi, fenomena ini tetap harus diwaspadai," ujar Yunus.
Yunus mengatakan, fenomena ini harus diwaspadai, karena dengan adanya El Nino yang diperkirakan awal musim hujan 2015 hingga 2016 di beberapa wilayah mengalami kemunduran.
Meski mengalami kemunduran, kata Yunus, daerah-daerah yang berpotensi terkena dampak El Nino meliputi Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
"Karena El Nino bukan satu-satunya faktor pemicu kekeringan di Indonesia. Jadi, harus dipertimbangkan faktor lain seperti dipole mode dan SST di perairan Indonesia," ujarnya.
Selain itu, Yunus melanjutkan, Badan Meteorologi Dunia (WMO) juga mencatat, El Nino diperkirakan berlangsung hingga November 2015. "Dan peluang itu bisa saja untuk menguat," kata dia. (viva)