Jakarta – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Abdul Mu’ti mengatakan, pihaknya akan mengkaji sistem pemeringkatan atau ranking di sekolah.
Adapun pada masa kepemimpinan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwae Makarim, sistem ranking dihapuskan karena dinilai tidak tepat untuk menggambarkan potensi dan talenta siswa.
“Itu juga ada dikaji juga ya (ranking di sekolah),” kata Prof. Mu’ti usai rapat bersama Komisi X DPR, Rabu (6/11/2024).
Selain mengkaji soal ranking, Prof. Mu’ti mengatakan pihaknya juga mengkaji perlu atau tidaknya diadakan kembali ujian nasional (UN).
Pengkajian itu dilakukan Prof. Mu’ti dengan berdikusi dengan para peneliti dan pengambil kebijakan untuk menelaah perlu atau tidaknya diadakan UN.
“Jadi masih kita evaluasi dan kita jumpa nanti keputusannya setelah kita ada evaluasi,” ujarnya.
Sementara itu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menolak UN diterapkan kembali. Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan, ada alasan mengapa FSGI justru menolak UN dikembalikan seperti semula.
UN sering kali membuat peserta didik stres karena menjadi penentu nasib kelulusan. Kondisi itu yang membuatnya menolak rencana penerapan kembali UN.
Kebijakan itu dinilai tidak dapat menjadi rujukan evaluasi pendidikan, bahkan alat seleksi dalam PPDB.
“Tapi kalau UN semata tujuannya sebagai alat evaluasi akhir jenjang, kemudian dipergunakan hasil UN itu sebagai alat seleksi, akan menimbulkan berbagai dampak negatif,” ujar Heru, dari rilis yang diterima.
Ia mengatakan salah satu poin penolakan ini berangkat dari pengalamannya dan rekan-rekan sesama guru yang telah merasakan masa-masa UN diberlakukan.
Menurut dia, ketika UN menjadi alat penentu kelulusan peserta didik, maka muncul kecurangan-kecurangan yang bertujuan hanya demi mendapatkan kelulusan. (kompas).