Foto: sidang isbat 1 Syawal 1446 Hijriah di Kantor Kemenag RI, Jakarta Pusat, Sabtu (29/3/2025). (KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO)

Jakarta – Pemerintah memutuskan Lebaran 2025 atau Idul Fitri 1 Syawal 1446 Hirjiah jatuh pada 31 Maret 2025.

Hal ini berdasarkan hasil putusan sidang isbat yang digelar pada Sabtu (29/3/2025) sore secara tertutup di Auditorium KH. M. Rasjidi, Kementerian agama RI, Jakarta Pusat.

“Berdasarkan hisab posisi hilal wilayah Indonesia yang tidak memenuhi kriteria MABIMS, serta tidak adanya laporan hilal terlihat, maka disepakati bahwa tanggal 1 Syawal 1446 H jatuh pada hari Senin, 31 Maret 2025 Masehi” ujar Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar saat konferensi pers sidang isbat di Kantor Kemenag RI, Jakarta, Sabtu.

“Alhamdullilah, suatu keberuntungan untuk kita semua, tahun ini kita berawal 1 Ramadhan-nya sama dan Alhamdulillah kita pun Lebarannya sama,” katanya lagi.

Dengan keputusan tersebut, pemerintah menentukan awal bulan Syawal atau Lebaran 2025 jatuh pada hari yang sama dengan organisasi masyarakat Islam, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

Penetapan tersebut sudah jauh hari dilakukan PP Muhammadiyah, tepatnya pada 12 Februari 2025.

“Di wilayah Indonesia, 1 Syawal 1446 Hijriah jatuh pada Senin, 31 Maret 2025,” kata Sekretaris PP Muhammadiyah, Sayuti.

Penetapan dari PP Muhammadiyah ini didasarkan dari perhitungan astronomi posisi bulan dan matahari yang dikenal dengan metode hisab wujudul hilal.

Pemerintah sendiri juga menggunakan metode tersebut dan menyebut tidak ada wilayah di Indonesia yang memenuhi kriteria bulan baru dari standar yang ditetapkan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS).

Kriteria MABIMS yang dimaksud adalah tinggi hilal harus di atas 3 derajat di ufuk barat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.

Tim Falak Kementerian Agama (Kemenag), Cecep Nurwendaya menjelaskan bahwa seluruh wilayah Indonesia tidak memenuhi kriteria tersebut sehingga 1 Syawal 1446 Hijriah bertepatan pada 31 Maret 2025.

Pada saat sidang isbat tanggal 29 Maret 2025M, tinggi hilal di seluruh wilayah Indonesia antara minus 3,26 derajat sampai dengan minus 1,08 derajat.

Kemudian, sudut elongasi 1,61 derajat sampai dengan 1,21 derajat.

“Di seluruh wilayah NKRI tidak memenuhi kriteria Visibilitas Hilal atau Imkan Rukyat MABIMS (3-6,4 derajat). Oleh karenanya, hilal menjelang awal Syawal 1446 H pada hari rukyat ini secara teoritis diprediksi mustahil dapat dirukyat, karena posisinya berada di bawah ufuk pada saat matahari terbenam,” kata Cecep.

Namun demikian, kelaziman penentuan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah di Indonesia menggunakan metode rukyat dan hisab.

“Hisab sifatnya informatif dan kedudukan rukyat sebagai konfirmasi dari hisab,” ujar Cecep. (kompas).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer