Jakarta – Dokumen berita acara berita acara penghentian sementara transaksi pada rekening Yosua Hutabarat atau Brigadir J beredar luas. Di dalamnya, disebutkan nilai nominal mencapai Rp 99,99 triliun alias nyaris Rp 100 triliun, dengan jenis transaksi debet.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) langsung merespons informasi tersebut. Pihak PPATK menyatakan telah membekukan sementara rekening tersebut.
Langkah tersebut dilakukan karena ada transaksi dicurigai merupakan hasil tindak pidana terkait kasus pembunuhannya yang didalangi eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
PPATK meminta penyedia jasa keuangan untuk melakukan penghentian sementara transaksi atas pendebetan atau penarikan terhadap rekening Brigadir Yosua (NY) pada 18 Agustus 2022.
Lebih lanjut, PPATK meminta penyedia jasa keuangan menyampaikan berita acara penghentian sementara transaksi kepada nasabah penyedia jasa keuangan paling lambat 1 hari kerja setelah pelaksanaan penghentian sementara transaksi.
Nominal yang tercantum bukanlah nilai saldo atau nilai transaksi melainkan nilai maksimum yang bisa diblokir oleh pihak penyedia jasa keuangan dalam hal ini Bank BNI.
“Dalam proses penghentian sementara transaksi, nilai nominal tertinggi pembekuan yang bisa dilakukan oleh pihak bank terhadap rekening yang dibekukan, tidak dapat ditafsirkan sebagai nilai saldo dalam rekening tersebut,” tulis PPATK dalam keterangan resminya, Jumat (25/11/2022).
Terpisah, Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo ikut meluruskan informasi yang beredar terkait rekening Brigadir Yosua atau Brigadir J.
“Dokumen tersebut merupakan dokumen berita acara penghentian sementara transaksi bank yang harus dibuat sesuai dengan yang disyaratkan maupun dalam format berdasarkan Peraturan PPATK No. 18 Tahun 2017,” ujar Okki, dalam keterangan yang diterima detikcom, Jumat (25/11/2022).
Selanjutnya, Okki juga menjelaskan, penyebutan nilai nominal dalam format berita acara tersebut merupakan nilai pemblokiran atau penghentian sementara transaksi dengan nominal angka maksimum. Dengan kata lain, nominal tersebut bukanlah transaksi maupun saldo rekening Brigadir Yoshua.
“Oleh karena itu perlu kami luruskan dan tegaskan disini bahwa nilai nominal dalam dokumen berita acara tersebut bukanlah nominal transaksi ataupun saldo rekening nasabah, sebagaimana dibahas dalam kanal youtube tersebut,” terang Okki saat dikonfirmasi kembali oleh detikcom.
Menyangkut besaran angka yang nyaris menyentuh Rp 100 triliun itu, Okki mengatakan, nominal tersebut dibentuk berdasarkan sistem.
“Itu nominal angka maksimum transaksi di sistem,” katanya.
Ia menyatakan, angka tersebut sudah menjadi standar yang sama sebagai angka pemblokiran maksimal. Dengan demikian, tidak terkhusus pada kasus Brigadir Yosua.
“Standar sama untuk melakukan blokir maksimal,” lanjut Okki.
Adapun dokumen berita acara yang beredar di masyarakat awalnya diungkap oleh aktivis sosial, Irma Hutabarat, lewat kanal Youtubenya. Dilansir dari kanal Youtubenya, Irma membeberkan informasi bahwa adanya surat yang diterima keluarga Brigadir Yosua dari BNI Cabang Cibinong, Bogor, Jawa Barat.
Surat ini berupa Berita Acara Penghentian Sementara Transaksi yang tertanggal 18 Agustus 2022, dengan ditandatangani oleh Anita Amalia Dwi Agustine, Asisten PNC BNI sekaligus saksi dari BNI dalam kasus Brigadir Yosua.
Di dalamnya, disebutkan pula nilai nominal mencapai Rp 99,99 triliun dengan jenis transaksi debet. Angka inilah yang diduga sebagai saldo ataupun transaksi dari rekening Brigadir Yosua.
Tercantum pula, penghentian sementara transaksi pada rekening tersebut dilakukan berdasarkan surat permintaan PPATK Nomor SR/9051/AT.05.01/VIII/2022. Rekening dihentikan atau dibekukan dalam kurun waktu 5 Hari. (hns/hns/ detik)