Surabaya – majalahbuser.com, Menyikapi polemik seputar keluhan mahalnya harga seragam sekolah di sejumlah SMA/SMK negeri di Jatim yang terus bergulir, Senin (31/7/2023), Komisi E DPRD Jatim menggelar rapat dengan Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim membahas masalah tersebut.
Polemik seputar keluhan mahalnya harga seragam sekolah di sejumlah SMA/SMK negeri di Jatim terus bergulir. Menyikapi hal tersebut, Komisi E DPRD Jatim menggelar rapat dengan Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim terkait Koordinasi dan Tindak Lanjut Aspirasi Masyarakat Terkait Evaluasi Pelaksanaan PPDB tahun 2023 dan Polemik Seragam Sekolah, Senin (31/7/2023).
Hasilnya, pemprov dan komisi E sepakat untuk menjajaki upaya penyediaan seragam SMA/SMK negeri secara gratis untuk siswa mulai tahun depan. Dananya lewat APBD.
Ada sejumlah hal seputar keluhan seragam mahal yang dibahas. Salah satunya adalah dugaan monopoli penyediaan seragam di sekolah-sekolah.
Anggota Komisi E Mathur Husyairi mengungkapkan, dirinya melakukan kroscek di lapangan. Dia mendapati temuan bahwa seragam didrop oleh satu produsen untuk sekolah di berbagai wilayah.
’’Paling besar dari Surabaya,’’ ujarnya.
Sebenarnya, harga seragam dari produsen masih standar. Hanya, harga jual yang dipatok koperasi sekolah terhadap siswa/wali murid sangat mahal.
Mathur menyebut, jenis kain seragam atasan yang dijual di sejumlah SMA/SMK di Jatim sebesar Rp 80 ribu per meter. Sementara kain bawahan Rp 100 ribu per meter. Tapi, di sekolah per tiga setel seragam dijual di atas Rp 2 juta.
Dalam rapat tersebut, komisi E juga mengusulkan agar pemprov-DPRD menjajaki penyediaan seragam gratis.
’’Dianggarkan untuk tahun depan lewat APBD,’’ katanya.
Menurut Mathur, cara demikian bisa dilakukan, agar program sekolah gratis berkualitas atau TisTas bisa terwujud dengan baik.
Untuk memberikan alokasi khusus seragam, dia menilai bukan perkara sulit. Keterbatasan anggaran di APBD bisa dicarikan solusi dengan menelisik anggaran di pos lain.
Apalagi, dengan Silpa yang disebut berkisar Rp 4 triliun setiap tahun bisa dioptimalkan pada anggaran pengadaan seragam gratis.
Selain itu, bisa juga dengan menggeser anggaran belanja operasional dinas.
“Saya akan ajukan wacana itu di Banggar,” tegas Mathur.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi E Hikmah Bafaqih menyebut ada kemungkinan sekolah-sekolah itu menjual seragam dengan harga mahal karena kebutuhan. Sebab, dana dari APBD Jatim tak mampu menutup operasional dalam setahun. Karena itu, dia kurang sepakat dengan adanya moratorium.
Di bagian lain, Kepala Dispendik Jatim Aries Agung Paewai menyatakan, moratorium penjualan seragam bagi semua sekolah tetap berlaku.
”Moratorium akan dicabut jika sudah ada kesepakatan perihal standar harga seragam melalui sekolah,” katanya.
Terkait dugaan monopoli, Aries kembali menegaskan bahwa dispendik sama sekali tidak pernah membuat kebijakan penyediaan seragam, apalagi menunjuk penyedia. (berbagai sumber)