Fenomena sound horeg kian populer untuk acara hajatan hingga hingga pentas seni jalanan. (Foto: Dok. Polres Gresik)

Surabaya – Sound horeg belakangan menjadi perbincangan hangat, terutama di wilayah Jawa Timur. Sistem pengeras suara berdaya tinggi ini kerap hadir di berbagai acara seperti hajatan, arak-arakan, hingga parade malam minggu.

Dentuman bass yang menggelegar dan irama musik remix menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat, menjadikan sound horeg sebagai bentuk hiburan rakyat yang meriah dan mudah diakses. Namun di balik kemeriahannya, sound horeg juga menyimpan berbagai dampak negatif, khususnya bagi kesehatan dan ketertiban lingkungan.

Tingkat kebisingan yang ekstrem tak hanya mengganggu kenyamanan warga sekitar, tapi juga berisiko merusak pendengaran secara permanen. Paparan suara keras seperti ini bisa menyebabkan kerusakan koklea hingga gangguan pendengaran menetap.

Apa Itu Sound Horeg?

Dilansir kajian pustaka milik Universitas Muhammadiyah Malang, sound horeg adalah istilah populer untuk menyebut sistem pengeras suara berdaya tinggi yang digunakan dalam berbagai acara hiburan rakyat.

Nama “horeg” sendiri diduga merupakan singkatan atau gabungan dari kata “hore” (ekspresi sorak-sorai) dan “goyang”. Penamaan ini merujuk pada fungsi utamanya sebagai penggugah semangat pesta rakyat.

Sound horeg kerap hadir dalam berbagai momen hiburan masyarakat, terutama di pedesaan. Mulai dari hajatan seperti pernikahan dan khitanan yang meriah, hingga arak-arakan karnaval yang melintasi jalan desa dengan dentuman musik yang memikat.

Tak hanya itu, pertunjukan seni keliling seperti elektone atau dangdut panggung juga banyak memanfaatkan sound horeg untuk menarik perhatian penonton. Parade sound system juga menjadi tontonan tersendiri, truk-truk penuh speaker berjajar melintasi jalan, memamerkan kekuatan suara masing-masing dalam sebuah pertunjukan yang semarak.

Fenomena sound horeg mulai marak sejak satu dekade terakhir, seiring dengan meningkatnya kemampuan modifikasi audio yang dilakukan pelaku sound lokal. Di desa-desa Jawa Timur, DIY, dan Jawa Tengah, kompetisi antar kelompok sound system menjadi hal yang lumrah.

Tak jarang, pemilik sound menyebut perangkat mereka dengan nama sendiri atau semacam “branding”. Nama-nama populer yang biasanya dipakai seperti Raja Bass, Ayu Sound, atau Bajol Ndut.

Tradisi ini pun berkembang menjadi ajang unjuk gigi kemampuan teknis dan kreativitas. Parade sound system di malam hari, misalnya, disambut antusias warga yang menonton dari pinggir jalan, seolah menonton karnaval modern versi desa.

Komponen Sound Horeg

Dalam praktiknya, perangkat sound horeg umumnya terdiri dari berbagai komponen audio profesional yang dirakit secara masif untuk menghasilkan suara berdaya tinggi. Berdasarkan kajian pustaka dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), komponen sound horeg sebagai berikut.

1. Speaker Aktif dan Subwoofer Berukuran Besar

Digunakan untuk menghasilkan suara yang kuat dan efek bass yang dalam. Speaker ini biasanya dipasang dalam jumlah banyak, mampu menjangkau radius luas, bahkan terdengar hingga lebih dari 1 kilometer. Subwoofer berfungsi mempertegas dentuman bass yang menjadi ciri khas sound horeg.

2. Amplifier Berdaya Tinggi

Komponen ini berfungsi memperkuat sinyal audio dari mixer sebelum dialirkan ke speaker. Tanpa amplifier yang memadai, suara yang dihasilkan tidak akan maksimal, terutama untuk acara skala besar di ruang terbuka.

3. Mixer Audio

Digunakan untuk mengatur keseimbangan suara, level volume, dan menambahkan efek-efek audio tertentu. Operator biasanya menyesuaikan mixer secara manual sesuai dengan jenis musik dan suasana acara.

4. Sumber Musik Digital (Laptop/USB)

Lagu-lagu diputar dari laptop atau USB yang berisi playlist musik populer, seperti dangdut koplo, remix, hingga EDM. Operator bisa memilih dan mengganti lagu secara real-time sesuai permintaan penonton atau suasana acara.

5. Genset (Generator Set)

Karena pertunjukan sering dilakukan di tempat terbuka yang jauh dari akses listrik rumah tangga, sistem ini ditunjang genset sebagai sumber listrik portabel.

Karena sebagian besar pertunjukan dilakukan di tempat terbuka atau luar ruangan yang jauh dari sumber listrik, sistem ini ditunjang genset sebagai sumber listrik portabel, yang menjadi komponen vital untuk menyuplai daya ke seluruh sistem audio.

6. Truk atau Gerobak sebagai Dudukan Sistem

Seluruh peralatan biasanya dipasang di atas kendaraan seperti truk atau gerobak. Tujuannya agar mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, sekaligus menjadi panggung berjalan saat parade atau arak-arakan.

Bahaya Kesehatan Akibat Sound Horeg

Meski menghadirkan hiburan yang meriah dan menjadi alternatif tontonan bagi masyarakat, penggunaan sound horeg juga membawa risiko serius bagi kesehatan dan keselamatan lingkungan. Bukan hanya soal ketenangan warga yang terusik, tetapi juga menyangkut dampak medis yang nyata dan berbahaya.

Dilansir Universitas Muhammadiyah Surakarta, polusi suara dari sound horeg tidak bisa dianggap remeh. Tingkat kebisingan dari perangkat ini bisa mencapai 135 desibel (dB). Angka ini jauh di atas batas aman yang direkomendasikan WHO, yakni maksimal 85 dB untuk durasi paparan selama 8 jam.

Suara bising pada level tersebut dapat menyebabkan Noise Induced Hearing Loss (NIHL) atau gangguan pendengaran akibat bising. Kerusakan ini bersifat sensorineural, artinya menyerang saraf pendengaran dan struktur dalam telinga seperti koklea.

Risiko Kesehatan

Paparan suara yang terlalu keras dalam waktu tertentu bisa merusak organ pendengaran, khususnya bagian koklea, yakni struktur berisi sel-sel rambut halus di telinga dalam yang berfungsi menangkap getaran suara. Terdapat dua jenis kerusakan koklea yang umum terjadi akibat kebisingan berlebih.

1. Peningkatan Ambang Dengar Sementara

Kondisi ini biasanya muncul setelah seseorang terpapar suara dengan intensitas di atas 75 desibel. Gejalanya bisa berupa penurunan pendengaran sementara, rasa penuh di dalam telinga, hingga suara berdenging atau tinnitus.

Peningkatan ambang dengar sementara umumnya dapat pulih dalam beberapa jam atau hari. Pasalnya, kondisi ini menunjukkan bahwa telinga telah mengalami kelelahan akibat tekanan suara yang berlebihan.

2. Peningkatan Ambang Dengar Menetap

Risiko kesehatan yang lebih serius adalah peningkatan ambang dengar menetap. Ini terjadi bila telinga menerima paparan suara ekstrem, seperti di atas 140 desibel. Dampaknya bisa menyebabkan kerusakan permanen pada sel-sel koklea.

Jika hal ini terjadi, gangguan pendengaran tidak bisa sembuh dengan sendirinya. Bahkan, dalam banyak kasus, penderita membutuhkan intervensi medis seperti alat bantu dengar atau implan koklea untuk bisa kembali menangkap suara di sekitarnya.

Penanganan dan Solusi Medis

Bagi yang sudah mengalami gangguan pendengaran permanen, dua solusi medis yang dapat dilakukan adalah menggunakan alat bantu dengar dan implan koklea. Terdapat dua tipe alat ini, yaitu analog dan digital. Alat ini mengubah suara menjadi sinyal elektrik atau numerik dan memperkuat frekuensi tertentu sesuai kebutuhan pendengaran.

Prosedur medis implan koklea melibatkan pemasangan alat elektronik di dalam telinga untuk merangsang saraf pendengaran. Implan ini memungkinkan penderita tuli saraf untuk kembali menangkap sinyal suara, termasuk saat berbicara melalui telepon.

Meski teknologi bantu pendengaran semakin canggih, sejatinya pencegahan tetap lebih baik daripada pengobatan. Masyarakat harus mulai menyadari pentingnya menjaga pendengaran dengan membatasi paparan terhadap suara ekstrem seperti sound horeg. (hil/irb/detik).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer