Foto: Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar (dok Kejagung).

Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 7 tersangka baru kasus dugaan korupsi terkait tata kelola emas seberat 109 ton di PT Antam tahun 2010-2021. Kejagung menyampaikan dugaan kerugian negara akibat kasus ini ditaksir mencapai Rp 1 Triliun.

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan pihaknya akan menggandeng para ahli untuk menghitung secara detail total kerugian negara. Dia menyebut sampai saat ini estimasi kerugian dari kasus tersebut mencapai Rp 1 triliun.

“Penyidik sedang melakukan koordinasi dengan ahli untuk melakukan penghitungan kerugian uang negara,” kata Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (18/7/2024).

“Tapi dari estimasi sementara yang dihitung oleh penyidik, namun pastinya belum didasarkan pada perhitungan ahli yang kita harapkan bisa selesai dalam waktu dekat, itu di kisaran Rp 1 triliun,” ungkapnya.

Harli menjelaskan emas yang dilabeli merek PT Antam secara ilegal adalah emas murni dan bukan emas palsu. Tetapi proses pelabelan itu dilakukan secara ilegal oleh para tersangka tanpa didahului kerja sama dengan PT Antam, sehingga timbul kerugian negara dalam kasus tersebut.

“Sudah kita jelaskan bahwa sesungguhnya emas itu tidak palsu, tapi hak merek yang dimiliki PT Antam itu dilekatkan secara ilegal oleh para tersangka,” jelasnya.

“Sehingga ada selisih harga dari harga pembelian dengan dilekatkannya merek tersebut, jadi supaya ini membuat terang dan supaya masyarakat jangan sampai ragu,” katanya.

Para tersangka baru yang ditetapkan Kejagung itu memiliki latar belakang swasta dan perorangan dengan inisial LE, SL, SJ, JT, GAR, DT, dan HKT. Para tersangka memiliki peran sebagai pelanggan jasa manufaktur Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) PT Antam. Mereka diduga bersengkongkol dengan 6 General Manager UBPPLM di kurun waktu 2010-2021 yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung.

Harli mengatakan 2 tersangka ditahan di rutan, sementara 5 lainnya ditetapkan sebagai tahanan kota. Dia menyebut 5 tersangka itu menjadi tahanan kota karena alasan kesehatan.

Sebelumnya Ada 6 Tersangka

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan enam orang sebagai tersangka yang merupakan mantan General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam dari berbagai periode. Mereka adalah:

  • TK menjabat periode 2010-2011
  • HN menjabat periode 2011-2013
  • DM menjabat periode 2013-2017
  • AH menjabat periode 2017-2019
  • MAA menjabat periode 2019-2021
  • ID menjabat periode 2021-2022

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan kasus ini terjadi sejak 2010 hingga 2021. Dia mengatakan para tersangka itu melakukan aktivitas ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia dengan logo Antam.

Para tersangka diduga mencetak logam mulia milik swasta dengan merek Logam Mulia (LM) Antam. Dia menyebut hal itu membuat Antam, yang merupakan BUMN, mengalami kerugian.

“Tersangka ini mengetahui bahwa pelekatan merek LM Antam ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya yang harus dibayar,” ujar Kuntadi.

Dia menyebut emas 109 ton itu dicetak dalam berbagai ukuran. Emas ilegal itu diedarkan oleh para tersangka di pasar bersamaan dengan logam mulai produk PT Antam yang resmi.

“Para tersangka ini, maka dalam periode tersebut, telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton yang kemudian diedarkan di pasar secara bersamaan dengan logam mulia produk PT Antam yang resmi,” ujarnya.

Kuntadi belum menjelaskan detail berapa kerugian negara dalam kasus ini. Dia mengatakan kerugian negara dalam kasus ini masih dalam proses perhitungan. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

“Logam mulia yang bermerek secara ilegal ini telah menggerus pasar dari logam mulia milik PT Antam, sehingga kerugiannya menjadi berlipat-lipat lagi,” ujarnya. (whn/whn/detik).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer