Jakarta – Sistem PPDB (penerimaan peserta didik baru) zonasi yang sudah berjalan selama 7 tahun terus menjadi polemik. Setiap tahun, PPDB zonasi selalu diwarnai kecurangan. Bahkan, kini Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan untuk menghapusnya.
Sebagaimana diketahui, sistem PPDB zonasi merupakan salah satu warisan dari Muhadjir Effendy yang pernah menjabat sebagai Mendikbud. Awalnya, sistem PPDB zonasi diniatkan untuk tujuan mulia, yakni demi meratakan kualitas pendidikan di daerah.
Sayangnya, sistem ini memiliki beberapa celah. Sistem zonasi diwarnai dengan masalah kecurangan hingga membuat beberapa sekolah kekurangan murid.
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim pernah mengungkap salah satu modus kecurangan dalam PPDB zonasi. Calon siswa melakukan migrasi domisili lewat Kartu Keluarga (KK) ke wilayah dekat sekolah yang dinilai favorit atau unggulan oleh orang tua.
Mereka kemudian memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar. Hal ini terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, dan terbaru di Kota Bogor.
Belum lagi, masalah sebaran sekolah yang tidak merata membuat beberapa sekolah kekurangan siswa seperti di Jepara hingga Blitar.
Akibat masalah PPDB zonasi, Wali Kota Bogor Bima Arya bahkan sampai merotasi sejumlah kepala sekolah (kepsek) tingkat SMP. Rotasi dilakukan untuk pembelajaran dan penyegaran. Bima pun mengungkap data laporan soal kecurangan PPDB zonasi di Bogor.
“Dilaporkan bahwa ada 913 pendaftar (calon siswa SMP) yang memiliki indikasi bermasalah, dan saat ini sudah dilakukan verifikasi faktual di lapangan sejumlah 763, jadi masih ada sekitar 150 lagi yang masih on progress,” kata Bima Arya saat menggelar jumpa pers di Balai kota Bogor, Minggu (9/7/2023).
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menanggapi polemik ini. Ia merasa terkena getahnya dari sistem zonasi. Namun, dia ingin sistem warisan Muhadjir ini dilanjutkan dengan penyempurnaan.
“Zonasi adalah contoh ‘legacy’ kebijakan pendidikan yang perlu diteruskan dan disempurnakan. Nah, itu salah satu contoh di mana keberlanjutan itu sangat penting,” kata dia dalam Belajaraya 2023 di Pos Bloc Jakarta bersama Najeela Shihab, Sabtu (29/7/2023), dikutip dari Instagram Kemendikbud, Minggu (30/7/2023).
Dorongan untuk melakukan evaluasi terhadap PPDB sistem zonasi. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf meminta Kemendikbud melakukan perbaikan dengan mencari solusi dari polemik yang terjadi. Lalu ada juga Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih meminta evaluasi total karena sistem ini sarat akan korupsi.
Wakil Ketua MPR yang juga Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani lantas menampung semua aspirasi tersebut. Dia kemudian menyampaikan aspirasi soal polemik sistem zonasi PPDB saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Kami tadi menyampaikan tentang kebijakan PPDB, penerimaan peserta didik baru yang di banyak tempat menimbulkan problem baru. Tidak seperti maksud diadakannya kebijakan ini yakni untuk sekolah-sekolah unggul. Yang terjadi justru sekolah unggul makin unggul, yang tidak unggul ya tidak unggul,” kata Muzani dalam keterangannya, Rabu (9/8/2023).
Menurut Muzani, Jokowi mempertimbangkan untuk menghapus sistem zonasi PPDB tahun depan. Muzani menyebut persoalan PPDB ini hampir terjadi di semua provinsi.
“Karena itu presiden sedang mempertimbangkan untuk menghapus atau menghentikan kebijakan ini tahun depan. Tapi ini sedang dipertimbangkan,” imbuhnya.
Terbaru, Presiden Jokowi pun mengakui tengah mempertimbangkan untuk menghapus sistem zonasi . Jokowi mengatakan kebijakan itu akan dikaji kembali secara mendalam.
“Dipertimbangkan,” kata Jokowi di Stasiun LRT (Light Rail Transit) Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis (10/8/2023).
“Akan dicek secara mendalam dulu plus minusnya,” sambungnya.
Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda setuju jika sistem PPDB dihapus? Atau Anda ingin sistem ini dilanjutkan dengan penyempurnaan?
Sampaikan pendapat Anda di kolom komentar bawah ini! (rdp/imk/detik)