Jakarta – Ditetapkannya bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi sidang Orgaisasi Pendidikan, Ilmiah, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menjadi capaian membanggakan pada 2023. Namun, penetapan ini ternyata menimbulkan protes dari tetangga RI.
Seperti yang diketahui, penetapan bahasa Indonesia jadi bahasa resmi sidang UNESCO dilakukan pada 20 November 2023 lalu. Kabar baik ini kemudian dibagikan mantan Presiden Joko Widodo di unggahan Instagramnya.
Jokowi mengungkap bahasa Indonesia jadi bahasa ke-10 yang diakui sebagai bahasa resmi Konferensi Umum UNESCO. Bahasa lainnya terdiri dari enam bahasa resmi PBB, yakni bahasa Inggris, Arab, Mandarin, Prancis, Spanyol, Rusia, serta bahasa Hindi, Italia, dan Portugis.
“Dengan penetapan ini, Bahasa Indonesia dapat dipakai sebagai bahasa sidang, dan dokumen-dokumen Sidang Umum UNESCO juga dapat diterjemahkan ke Bahasa Indonesia,” kata Jokowi dalam keterangan postingan dikutip, Kamis (2/1/2025).
“Pengakuan ini merupakan kebanggaan bagi segenap bangsa Indonesia,” imbuhnya.
Warganet Malaysia Protes
Postingan Jokowi itu menuai banyak reaksi. Salah satunya dari sejumlah warga Malaysia yang ramai memberikan komentar.
Mereka menjelaskan seharusnya bukan bahasa Indonesia yang diresmikan sebagai bahasa Sidang Umum UNESCO, tetapi bahasa Melayu. Alasannya menurut warganet Malaysia lantaran bahasa Indonesia adalah bagian dari bahasa Melayu.
Namun, benarkah demikian?
Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (Badan Bahasa) saat itu, Muhammad Abdul Khak, menilai pernyataan bahasa Indonesia adalah bagian dari bahasa Melayu itu kurang tepat.
Sebab, bahasa Indonesia telah ditetapkan secara resmi sebagai bahasa negara. Sedangkan bahasa Melayu adalah bagian dari berbagai bahasa di Tanah Air.
Abdul Khak membeberkan ada lebih dari 80 dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa daerah di Indonesia. Sedangkan Indonesia sendiri memiliki 718 bahasa daerah dan dipersatukan dengan bahasa Indonesia.
Lebih lanjut, Abdul Khak juga menyatakan Malaysia tidak terlibat dalam upaya menyatakan bahasa Indonesia jadi bahasa UNESCO.
“Malaysia sendiri, dalam upaya mengangkat bahasa Indonesia menjadi bahasa UNESCO tadi, sama sekali tidak terlibat. Dan nama yang kita ajukan memang bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu,” ujarnya, dikutip dari arsip detikEdu.
Bahasa Indonesia dan Melayu Berbeda
Di kesempatan berbeda, Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra Badan Bahasa, Imam Budi Utomo menegaskan bahasa Indonesia dan bahasa Melayu merupakan dua bahasa yang berbeda. Menurut Imam, bahasa Indonesia sudah melampaui bahasa Melayu.
Ia menjelaskan, bahasa Indonesia adalah bahasa yang kaya karena bersumber dari 718 bahasa daerah. Setiap tahunnya, Badan Bahasa menargetkan 500-1.000 kosakata bahasa daerah bisa masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dari setiap provinsinya.
Kosakata usulan kemudian melalui sejumlah tahap agar bisa menjadi entri di KBBI.
“Melalui inventarisasi kosakata, kemudian dilanjutkan dengan lokakarya kosakata bahasa daerah, dan terakhir sidang komisi bahasa daerah untuk menentukan kosakata mana dari bahasa daerah itu yang masuk ke dalam KBBI,” pungkas Imam. (det/twu/detik).