
Jakarta – Fenomena kehilangan kehadiran figur ayah atau fatherless kini semakin menjadi perhatian serius di Indonesia. Data menunjukkan, 20,9 persen anak-anak kehilangan kehadiran ayah mereka, baik karena perceraian, kematian, maupun pekerjaan ayah yang menuntut tinggal berjauhan dari keluarga.
Tak berhenti di situ, 33 persen remaja Indonesia tercatat mengalami masalah kesehatan mental, namun hanya 4,3 persen orang tua yang mampu mendeteksi bahwa anak mereka membutuhkan bantuan.
Selain itu, hanya 37,17 persen anak usia 0-5 tahun yang benar-benar diasuh langsung oleh kedua orang tua kandung secara bersamaan. Sementara tingkat keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak hanya 20,9 persen.
Data tersebut di publish oleh Unicef (2021), I-NAMHS (2022), BPS (2021), dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI, 2017). Gambaran ini menunjukkan fenomena fatherless tengah terjadi di Indonesia.
Melihat kondisi ini, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN mengambil langkah konkret dengan meluncurkan Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI).
Peluncuran program tersebut dilakukan langsung oleh Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN, Wihaji beberapa waktu lalu.
Inisiatif ini bertujuan untuk mendorong keterlibatan aktif ayah dan calon ayah dalam pengasuhan anak, serta pendampingan remaja.
“Dampak pengasuhan yang dilakukan oleh ayah terhadap anak akan terkait dengan leadership, prestasi akademik, emosional, sosial hingga kognitif anak,” ucap Wihaji.
Mengambil momentum berakhirnya liburan sekolah dan tahun ajaran baru, Wihaji menerbitkan Surat Edaran Mendukbangga/Kepala BKKBN Nomor 7 Tahun 2025 tentang Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah. Diketahui, pengasuhan anak yang efektif membutuhkan keterlibatan aktif kedua orang tua.
Gerakan ini efektif mulai berlaku 14 Juli 2025, dan menurut Wihaji, bertujuan memperkuat peran ayah dalam pengasuhan dan pendidikan anak sejak dini.
“Melalui kehadiran ayah pada momen penting tersebut akan tercipta kedekatan emosional yang berpengaruh positif terhadap rasa percaya diri, kenyamanan, dan kesiapan anak dalam menjalani proses belajar,” demikian salah satu isi dari surat Edaran tersebut, yang diedarkan Jumat (11/7).
Dalam surat edaran tersebut, Menteri Wihaji juga menggarisbawahi bahwa gerakan ini juga menjadi simbol perubahan budaya pengasuhan di Indonesia. Dari yang semula terpusat pada peran ibu, menjadi lebih kolaboratif dan setara.
Selain ASN di lingkungan Kemendukbangga/BKKBN, Menteri Wihaji berharap para pihak ikut terlibat aktif mengedukasi keluarga, kerabat, dan tetangga untuk berpartisipasi dalam Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah.
Adapun anak usia sekolah dalam gerakan ini adalah anak-anak yang berada pada jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat.
Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah adalah bagian dari program Sekolah Bersama Ayah (SEBAYA). SEBAYA merupakan satu dari empat program implementasi GATI.
Tiga lainnya adalah layanan konseling melalui Siap Nikah dan Satyagatra, Konsorsium Penggiat dan Komunitas Ayah Teladan (Kompak Tekan), dan Desa/Kelurahan Ayah Teladan (Debat) di Kampung KB.
Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah juga mendapat landasan regulasi. Selain Surat Edaran Mendukbangga/Kepala BKKBN, antara lain juga berpijak pada Surat Edaran Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Nomor: 10 Tahun 2025 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Satuan Pendidikan Ramah Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Tahun Ajaran 2025/2026.
Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak
Peran ayah dalam pengasuhan anak sangatlah penting dan tak sekadar sebagai pencari nafkah. Ayah berperan sebagai pendidik, pelindung, teman bermain, dan panutan bagi anak.
“Keterlibatan aktif ayah dalam pengasuhan memberikan dampak positif pada perkembangan emosional, sosial, dan kognitif anak,” ujar Menteri Wihaji menjawab wartawan dalam acara peluncuran GATI, beberapa waktu lalu.
Kehadiran ayah yang konsisten akan membentuk anak lebih percaya diri, berani mengeksplorasi dunia, dan tumbuh dengan karakter yang lebih kuat.
Sebagai teman bermain dan pembimbing, ayah membangun ikatan emosional yang kuat dengan anak. Keterlibatan melalui obrolan ringan, permainan sederhana, hingga sentuhan kasih sayang menjadi cara sederhana namun efektif mempererat hubungan tersebut.
Di sisi lain, ayah juga menjadi panutan dan teladan dalam bersikap, bertindak, dan berinteraksi dengan orang lain. Perilaku ayah yang positif akan sangat memengaruhi pembentukan karakter anak ke arah yang lebih baik.
Tak kalah penting, ayah berperan memberi dukungan dan motivasi bagi perkembangan anak, membuka ruang belajar, mengajarkan nilai-nilai kehidupan, dan membangun rasa tanggung jawab.
“Melalui peran-peran itu, ayah dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam perkembangan anak dan membantu menciptakan generasi kuat, berdaya, dan berkarakter,”pungkas Wihaji. (inh/CNN Indonesia)