Jakarta – Sejumlah pakar politik memberikan sorotan terhadap debat Pilpres 2024 yang digelar malam ini di KPU. Debat perdana tersebut kurang maksimal karena persoalan format dan keterbatasan waktu.
Sorotan awalnya disampaikan oleh Pakar Komunikasi UGM Nyarwi Ahmad. dia mulanya menyoroti soal topik debat yang terlalu banyak.
“Di sini saya kira kalau mau debat lebih bagus sebetulnya, idealnya, 1 debat 2 topik, bukan banyak sekali sampai 6 ini, itu kan nggak mungkin kita diminta punya prioritas tapi harusnya KPU juga punya prioritas tema,” kata Nyarwi saat Adu Perspektif Spesial Debat Pilpres 2024 seperti disiarkan detikcom, Selasa (12/12/2023).
Namun demikian, Nyarwi memahami alasan topik debat yang sampai 6 topik lantaran keterbatasan jumlah debat yang bisa digelar oleh KPU. Selain itu, Nyarwi juga menyoroti soal interaksi antara moderator dan panelis.
“Tapi KPU saya kira juga kesulitan karena mengikuti aturan UU, makanya di UU itu debat itu ya paling enggak bisa lebih dari 10 kali, jadi kalau 6 itu bisa 3 kali debat. Kemudian soal perang moderator dan panelis itu saya lihat di medsos ada komplen, itu kenapa panelis nggak ada ruang ya untuk bisa interaksi karena pertanyaan juga dari mereka, karena di luar negeri, di Amerika, panelis itu punya ruang di banyak tempat, bahkan debat-debat di luar pilpres juga panelis punya space,” ucapnya.
“Tetapi ini kan mungkin ada orang tanya ini bukan lomba cerdas cermat yang dinilai panelis, ini kan debat menunjukkan ide dan kualitasnya,” lanjut dia.
Kemudian, sorotan juga datang dari Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno. Dia menyoroti format debat perdana yang tidak seperti talkshow.
“Jadi anggap saja debat kandidat itu seperti talkshow-talkshow di media, kayak seperti yang kita lakukan, saling tiktok antar narsum dengan pembawa acara dan moderator, itu penting pak. Karena secara prinsip bagi saya semua pasangan calon presiden luar biasa. Jadi tanpa disetting sekalipun 3 orang ini diadu, ngegas pasti pak, cuma karena dibatasi ruang lingkup moderator, waktu yang terbatas jadi kikuk dan tidak eksploratif,” ujar dia.
Adi juga mengkritik soal banyak pertanyaan yang cukup substantif tapi tidak diteruskan. Dia mencontohkan beberapa hal yang terkait dengan ketiga capres.
“Banyak pertanyaan saya kira menurut saya cukup substantif dan penting untuk dikuliti. Satu soal pelanggaran isu HAM masa lalu ini menarik untuk diungkap, bagi saya, saya termasuk orang yang punya kepentingan, ini supaya clear, tuntas se tuntas-tuntasnya tidak selalu dikatikan dengan Pak Prabowo, termasuk misalnya saya berharap tadi isu terkait korupsi, mestinya paslon lain bertanya pada Ganjar yang sempat dikaitkan dengan e-KTP, termasuk bertanya ke Anies Baswedan yang dikaitkan dengan Formula E,” jelasnya.
“Itu menarik agar isunya tidak menggantung, ini forum sakral 5 tahunan di mana semua calon pasti dia bicara dari hati ke hati, saya dalam konteks itu dalam banyak hal memang men7oroti soal debat format yang dibuat KPU dan tim paslon membuat ruang lingkup perdebatan itu tidak terlampau maksimal dan tidak pokok masalah,” lanjutnya. (maa/imk/detik)