Presiden Jokowi menunjukkan Pasal 281 UU Pemilu. (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta – Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait presiden boleh kampanye dan memihak menjadi perbincangan dalam beberapa hari terakhir. Jokowi kemudian memberikan penjelasan atas ucapannya tersebut sambil menunjukkan print kertas besar yang berisi ketentuan dalam UU Pemilu.

Pernyataan mengenai presiden boleh kampanye dan memihak itu awalnya disampaikan Jokowi saat menjawab pertanyaan wartawan di Pangkalan TNI AU Halim, Jakarta, Rabu (24/1/2024). Jokowi mengatakan tak hanya presiden, menteri juga boleh mengikuti kampanye.

“Presiden tuh boleh lho kampanye, Presiden boleh memihak, boleh,” ujar Jokowi.

Namun, Jokowi mengatakan, yang penting kampanye pejabat itu tidak menggunakan fasilitas negara. Jokowi berbicara mengenai pejabat publik yang sekaligus pejabat politik.

“Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” ujar Jokowi.

“Kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa berpolitik nggak boleh, boleh. Menteri juga boleh,” sambungnya.

Penjelasan Istana

Sehari setelahnya, Istana memberikan penjelasan atas ucapan Jokowi yang memantik percakapan publik. Koordinator Stafsus Presiden Ari Dwipayana menyebut pernyataan Jokowi itu dalam konteks menjawab pertanyaan media.

“Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024, telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang ikut tim sukses,” kata Ari kepada wartawan, Kamis (25/1).

Dalam merespons pertanyaan itu, kata Ari, Jokowi memberikan penjelasan terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi Menteri maupun Presiden. Sebagaimana diatur dalam pasal 281, UU no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa Kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

“Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU,” kata Ari.

Tentunya dengan syarat harus cuti jika ikut berkampanye dan tidak menggunakan fasilitas negara.

“Tapi, memang ada syaratnya jika Presiden ikut berkampanye. Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara,” ujarnya.

Ari mengatakan undang-undang menjamin hak preferensi politik presiden. Namun hal itu tetap dengan mengikuti mekanisme dan aturan yang ada.

“Dengan diijinkannya Presiden untuk berkampanye, artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak Presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau pasangan calon tertentu sebagai peserta Pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam UU,” ujarnya.

Ari mengatakan apa yang disampaikan Jokowi, bukan hal yang baru. Dia menekankan hal itu sudah ada ketentuannya yang termuat dalam undang-undang.

“Sekali lagi, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada di UU Pemilu. Demikian pula dengan praktek politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi,” ujarnya.

Ari lantas memberi contoh presiden sebelumnya yang terikat dengan partai politik yakni Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Ari mengatakan keduanya bahkan ikut dalam kampanye memenangkan partai.

“Presiden-presiden sebelumnya, mulai Presiden ke 5 dan ke 6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya,” ujarnya.

Meski diizinkan, Ari menegaskan semua pejabat politik harus mematuhi aturan yang berlaku jika ikut dalam kampanye. Hal itu juga yang ditegaskan dalam pernyataan Jokowi.

“Selain itu Presiden juga menegaskan bahwa semua pejabat publik/pejabat politik harus berpegang pada aturan main. Kalau aturan memperbolehkan, silakan dijalankan. Kalau aturan melarang maka tidak boleh dilakukan. Itu artinya, Presiden menegaskan kembali bahwa setiap pejabat publik/pejabat politik harus mengikuti/ patuh pada aturan main dalam berdemokrasi,” ujarnya.

Penjelasan Jokowi

Pada Jumat (26/1), Jokowi menjelaskan maksud pernyataannya terkait presiden boleh kampanye dan memihak. Jokowi menunjukkan print kertas besar bukti pasal dalam UU Pemilu yang mengatur hal tersebut.

Hal itu disampaikan Jokowi dalam YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (26/1). Jokowi menjelaskan maksud dirinya mengungkap hal itu karena berawal dari pertanyaan wartawan.

“Itu kan ada pertanyaan dari wartawan mengenai menteri boleh kampanye atau tidak. Saya sampaikan ketentuan dari peraturan perundang-undangan, ini saya tunjukin (menunjuk kertas print berisi pasal UU Pemilu). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 jelas menyampaikan di Pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye, jelas,” kata Jokowi.

Jokowi mengatakan pasal tersebut sudah jelas. Jokowi meminta pernyataannya tidak ditarik ke mana-mana.

“Itu yang saya sampaikan ketentuan mengenai UU Pemilu, jangan ditarik ke mana-mana,” ucapnya.

Jokowi juga memberikan bukti print Pasal 281 berisi syarat jika presiden dan wakil presiden kampanye. Pasal itu menjelaskan tentang kampanye yang tidak menggunakan fasilitas negara dan cuti di luar tanggungan.

“Kemudian juga Pasal 281 juga jelas bahwa kampanye dan pemilu yang mengikutsertakan presiden dan wakil presiden harus memenuhi ketentuan, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan kecuali fasilitas pengamanan, dan menjalani cuti di luar tanggungan negara,” ujarnya.

Jokowi mengatakan ketentuan tersebut sudah jelas mengatur hak presiden dan wakil presiden boleh kampanye. Jokowi meminta agar pernyataannya tidak diinterpretasikan negatif.

“Sudah jelas semua kok, sekali lagi jangan ditarik ke mana-mana, jangan diinterpretasikan ke mana-mana. Saya hanya menyampaikan ketentuan perundang-undangan karena ditanya,” ucapnya. (knv/rfs/detik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer