Blitar – Wabup Blitar Rahmat Santoso mempertanyakan komitmen PLN melayani masyarakat. Dia menilai ada ketidakadilan yang terjadi di perusahaan negara penyedia listrik itu.
Rahmat menyoroti salah satu kasus yang dialami warganya. Tepatnya yang dialami keluarga Kakek Joyo Kailan yang tinggal di Desa Kebonduren, Kecamatan Ponggok.
PLN sempat menyatakan adanya pelanggaran geser meter yang berakibat denda Rp 2,7 juta untuk keluarga Joyo. Tetapi keluarga Joyo tak mampu membayarnya.
Karena denda tak terbayar, PLN pun memutus aliran listrik di rumah Kakek Joyo. Imbasnya, keluarga yang tinggal di rumah yang sempat ambruk itu harus rela hidup 2 bulan tanpa listrik.
Namun, ketika apa yang dialami keluarga Joyo Kailan masif diberitakan media massa, PLN pun bergerak cepat. Sehari setelah sang cucu Kholil menceritakan kondisinya ke media massa, listrik di rumah menyala.
Petugas PLN datang dan langsung menyambung kembali aliran listrik ke bangunan batako itu. Versi petugas PLN yang datang ke rumahnya, dari hasil kaji ulang ternyata rumah Joyo Kailan tidak melanggar geser meter.
Petugas PLN meminta maaf, listrik kembali dinyalakan. Dan denda yang seharusnya menjadi tanggungan keluarga itu entah sampai kapan dinyatakan tak perlu dibayar.
Dalih para petugas yang menyambung KWh meter itu, keluarga Joyo Kailan telah membayar Rp 250 ribu kepada petugas PLN yang menggeser meteran di rumah itu 3 tahun lalu.
“Saya melihatnya ini tidak adil ya. PLN itu perusahaan milik negara yang memberikan layanan kepada masyarakat. Kalau warga yang melanggar harus bayar denda. Kalau PLN yang salah, hanya minta maaf saja,” ujar Rahmat, Minggu (7/5/2023).
Ketidakadilan itu menjadi perhatian Rahmat, karena tak hanya rumah keluarga Joyo yang mengalami itu. Ada 10 pelanggan lain di bawah layanan ULP Srengat yang protes tentang denda PLN.
Warga Blitar yang protes itu menduga denda PLN yang harus mereka tanggung hanyalah manipulasi. Rata-rata kasus yang dikenakan adalah geser meteran dan kabel bolong di atas meteran.
Dua kasus ini rupanya tidak hanya terjadi di wilayah Blitar barat yakni di Kecamatan Srengat, Ponggok, dan Udanawu. Informasi yang dihimpun detikJatim, hal serupa dialami warga di daerah lain.
Sebut saja warga di Desa Tlogo Kecamatan Kanigoro, Warga Desa Kaulon Kecamatan Sutojayan, dan warga Desa Purworejo, Kecamatan Sanankulon.
Melihat keluhan warganya itulah Rahmat dengan tegas menyindir PLN sebagai satu-satunya perusahaan milik negara yang melayani kebutuhan listrik masyarakat. PLN menurutnya punya nilai tawar tinggi hingga masyarakat tidak punya pilihan lain selain menjadi pelanggan PLN.
“Tapi ini kan perusahaan milik negara, yang merupakan representasi kewajiban atau hadirnya negara mencukupi kebutuhan warga negaranya. Ya konsep bisnisnya jangan semena-mena. Komitmen melayani masyarakat ini harus dipegang kuat,” tukasnya.
Wabup Blitar Siapkan 5 Pengacara di Posko Pengaduan Denda PLN
Wabup Blitar Rahmat Santoso membuka Posko Pengaduan Denda PLN, Senin (8/5/2023). Dia menyiapkan 5 advokat setiap hari untuk melayani dan mendampingi warga yang mengadukan denda PLN.
“Saya siapkan 5 lawyer tiap hari yang standby untuk konsultasi dulu. Warga yang kena denda PLN dan menilai tidak sesuai bukti dan fakta, bisa menceritakan kronologinya. Jangan lupa membawa dokumen sebagai pembuktian. Kami harus pelajari tiap kasus dari konsultasi awal itu,” ujarnya, Minggu (7/5/2023).
Rahmat Santoso telah memenuhi janjinya untuk membuka Posko Pengaduan Denda PLN di Wisma Moeradi Jalan Merdeka no 4 Kota Blitar. Lokasi itu dipilih Rahmat karena menjadi rumah dinas sementara selama dirinya masih menjabat sebagai Wabup Blitar.
Sudah terpasang spanduk tertulis jabatan Rahmat Santoso selaku Ketua Umum DPP Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI). Dia akan menggandeng beberapa rekan dari IPHI untuk mengadvokasi kasus dugaan manipulasi temuan PLN yang berbuntut denda kepada sejumlah pelanggan di Kabupaten Blitar.
“Saya buka posko pengaduan. Silakan datang langsung ke Rumdin saya di Wisma Moeradi. Nantinya akan saya bantu lewat LBH IPHI kalau memang dibawa ke ranah hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, warga Blitar menduga ada manipulasi temuan pelanggaran hingga memprotes ke PLN ULP Srengat. Rata-rata ada 2 pelanggaran yang dikenakan kepada warga, yakni geser meteran dan kabel bolong di atas KWH meter. Dua kasus ini rupanya tidak hanya terjadi di wilayah Kecamatan Srengat, Ponggok, dan Udanawu.
Dari informasi yang dihimpun cukup banyak warga Desa Tlogo Kecamatan Kanigoro, Warga Desa Kaulon Kecamatan Sutojayan dan warga Desa Purworejo Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar yang dikenai denda oleh PLN.
Dengan membuka Posko Pengaduan Denda PLN ini, Rahmat berharap dirinya bisa memberikan edukasi hak-hak pelanggan. Selain itu, tim IPHI akan memberikan bantuan hukum jika alat bukti yang diberikan warga yang terkena denda memang ada indikasi manipulasi temuan.
“Dari alat bukti yang dibawa warga nanti, kami akan tentukan mau dibawa kemana. Apakah akan lapor polisi atau class action kepada PLN sebagai perusahaan negara yang memonopoli penyediaan tenaga listrik,” pungkasnya. (detik)