Berdasarkan data yang dirilis oleh Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), utang Indonesia, per Mei 2013 sudah mencapai 2.036 triliun.
Jumlah itu bertambah Rp 186 triliun hanya dalam kurun waktu enam bulan. "Hasil LKPP (Laporan Keuangan pemerintah pusat) yang diterbitkan oleh BPK tahun 2012, di mana pada akhir Bulan Desember 2012, utang RI baru mencapai Rp 1.850 triliun," kata Direktur Investigasi dan Advokasi FITRA, Ucok Sky Khadafi dalam rilisnya, Rabu (17/7).
Berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pertumbuhan penduduk Indonesia per tahunnya adalah 1,49 persen. Pada 2013 ini jumlah penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 250 juta orang.
"Bertambahnya jumlah penduduk tersebut disebabkan masih tingginya tingkat fertilitas," kata Kepala BKKBN Fasli Jalal pada pembukaan Parenting Education Dalam Rangka Hari Anak Nasional Tahun 2013, Rabu (17/7) di Auditorium BKKBN, Jakarta Timur.
Artinya, dengan jumlah utang luar negeri yang dimiliki Indonesia saat ini, tiap penduduk dan bayi yang baru dilahirkan ke bumi Indonesia secara otomatis langsung terbebani utang negara sebesar Rp 8.114.000. Jumlah itu diperoleh dari Rp 2.036 triliun dibagi Rp 250 juta penduduk.
Tak hanya itu, besarnya jumlah utang yang dimiliki saat ini menandakan Indonesia tengah menuju menjadi negara bangkrut. Sebab, tanda-tanda menjadi negara bangkrut antara lain adalah; utang pemerintah terus menumpuk, aset negara atau tanah beserta sumber daya alam lainnya sudah dikuasai oleh pihak swasta, cadangan devisa yang terus tergerus dan merosot ke titik nol, pemerintah tidak bisa mengendalikan harga kebutuhan pokok yang terus mengalami kenaikan luar biasa, dan pemerintah tidak mampu lagi membayar gaji aparatur negara.
"Lihat saja sekarang, di mana, pada akhir bulan Desember masih USD 112.8 miliar, dan pada akhir bulan Juni sudah tergerus menjadi USD 98.1 miliar," kata Ucok.
Menurut Uchok, utang luar negeri Indonesia semakin membengkak akibat pinjaman yang dilakukan oleh 16 kementerian, lembaga maupun BUMN untuk menggarap proyek pembangunan. Meski proyek sudah berjalan, rupanya pengembalian utang belum sepenuhnya selesai.
16 Kementerian itu antara lain; Kementerian Keuangan (USD 871,1 juta atau Rp 8,3 triliun), Kementerian Negara PPN/BAPPENAS (USD 302 juta atau Rp 2,8 triliun), Kementerian Pertahanan (USD 227,1 juta atau Rp 2,1 triliun), Kementerian Pekerjaan Umum (USD 165,5 juta atau Rp 1,5 triliun), PT PLN (USD 59 juta atau Rp 567,2 miliar), Kementerian Perhubungan (USD 45.6 juta atau Rp 438,6 miliar), (Kementerian Dalam Negeri (USD 21,2 juta atau Rp 204,1 miliar), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (USD 8,9 juta atau Rp 86,1 miliar).
Sementara, Kementerian Kesehatan menghabiskan utang luar negeri sebesar USD 8,4 juta atau Rp 81,1 miliar, Badan Meteorologi dan Geofisika (USD 7,6 juta atau Rp 72,9 miliar), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (USD 1,6 juta atau Rp 15,7 miliar), Kementerian Komunikasi dan Informatika (USD 984,4 ribu atau Rp 9,4 miliar), Kementerian Pertanian (USD 912,8 ribu atau Rp 8,7 miliar), PT Pertamina (USD 353,7 ribu atau Rp 3,3 miliar), Kementerian Agama (USD 262,2 ribu atau Rp 2,5 miliar), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (USD 7331 atau Rp 70,3 juta).
Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo menilai pemerintah tak memiliki kemauan kuat untuk melunasi utang. Jika ada niat, Indonesia bisa menjadi negara mandiri.
"Pemerintah tidak memiliki kemauan kuat. Jelas mampu," kata Arif.
Secara sumber daya alam dan manusia, Indonesia merupakan negara yang amat kaya. Saking kayanya, grup musik Koes Plus sampai-sampai pernah membuat lagu dengan judul 'Kolam susu'.
Dalam lagu itu salah satu liriknya berbunyi 'Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.' Lirik itu menggambarkan begitu kayanya Indonesia dengan tanah dan sumber daya alam yang dimilikinya. Namun, nyatanya Indonesia malah tak bisa lepas dari utang. (*)
Sumber: Merdeka.com