“Penangkapan dilakukan paksa karena Aiptu LS (Labora Sitorus) mangkir dari panggilan. Maka supaya proses penyidikan dapat segera tuntas, upaya hukum dimulai hari ini,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.
Boy mengatakan, Aiptu Labora yang merupakan anggota Polres Raja Ampat Papua diduga melakukan tindak pidana yang menyalahi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU tentang Minyak dan Gas Bumi. Sebelumnya Polda Papua menetapkan Labora sebagai tersangka kasus penimbunan bahan bakar minyak (BBM), pembalakan liar, dan transaksi mencurigakan.
Mabes Polri juga mempermasalahkan Aiptu Labora yang sengaja pergi meninggalkan tempat tugasnya di Polres Raja Ampat untuk terbang ke Jakarta tanpa surat izin. “Itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran,” ujar Boy.
Labora datang ke Jakarta untuk melakukan koordinasi dan meminta perlindungan hukum dari Kompolnas. Ia mengatakan harta yang dimilikinya bukan harta pribadi, melainkan bisnis keluarga. Ia juga membantah menimbun kayu ilegal. Menurutnya, bisnis keluarganya adalah furnitur atau kayu jadi.
Usai Mengadu ke Kompolnas, Aiptu Labora Ditangkap Mabes Polri
Petugas dari Markas Besar Kepolisian RI menangkap Aiptu Labora Sitorus hanya sesaat setelah pemilik transaksi Rp1,5 triliun itu mengadu ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Jakarta, Sabtu 18 Mei 2013.
Labora yang merupakan anggota Polres Raja Ampat, Papua itu sengaja datang ke Jakarta untuk menyelesaikan kasus yang membelitnya setelah ditetapkan menjadi tersangka tiga kasus sekaligus, yakni penimbuhan bahan bakar minyak, kayu ilegal, dan pencucian uang. Kasus Labora mencuat setelah PPATK menemukan transaksi triliunan dari dan ke rekening Labora.
Namun Labora membantah memiliki uang Rp1,5 triliun, dan oleh sebab itu ia mengadu kepada Kompolnas. Usai mengadu dan hendak pulang sekitar pukul 20.00 malam ini, Labora justru ditangkap di parkiran kantor Kompolnas. Ia segera dibawa ke Mabes Polri.
Setengah jam kemudian, Labora tiba di gedung Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dikawal dua petugas Polri. Ia menjalani pemeriksaaan di Bareskrim sampai saat ini. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, dikabarkan akan memberikan keterangan dalam waktu dekat.
Ini Penjelasan PPATK soal Rekening Polisi Rp 1,5 Triliun
Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf memastikan anggota Polres Raja Ampat, Papua, Aiptu Labora Sitorus memiliki transaksi keuangan senilai Rp 1,5 triliun di rekeningnya. Namun, uang sebesar itu merupakan akumulasi dari beberapa transaksi.
"Rp 1,5 triliun itu jumlah akumulasinya," terang Yusuf di Jakarta, Jumat (17/5/2013). "Jadi, jumlahnya akumulasi. Misalnya, kamu kirim ke saya, saya kirim ke dia, itu akumulasi," lanjutnya. Menurut Yusuf, perhitungan PPATK tidak meleset. Namun, PPATK tak mungkin menjelaskan secara detail cara perhitungannya sehingga mendapatkan transaksi keuangan dalam jumlah besar itu.
"Kita akurat hitungnya itu. (Cara perhitungan) enggak boleh (dibeberkan), rahasia itu. Hitungan itu cara kami, tapi insya Allah benar itu. Sudah kami kirim ke Polri," terangnya.
Sebelumnya, Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Arief Sulistyanto menjelaskan, laporan yang dikirim oleh PPATK merupakan akumulasi transaksi Labora dari tahun 2007 hingga 2012. Rekening Labora terkait dengan sekitar 60 rekening yang diduga rekan bisnisnya maupun keluarga.
Direksus saat ini juga tengah menelusuri dugaan tindak pidana pencucian uang dari transaksi mencurigakan milik Aiptu Labora. Labora diduga memiliki bisnis ilegal di bidang kayu dan migas. Kasus bisnis migas dan kayu ilegal ini pun sebelumnya telah disidik oleh Polda Papua pada Maret 2013. Labora telah dijadikan tersangka untuk kasus dugaan bisnis ilegal itu.
Secara terpisah, Labora mengakui memiliki usaha di bidang migas dan kayu. Namun, menurut dia, bisnis itu legal. PT Rotua yang bergerak di bidang kayu dan PT Seno Adi Wijaya yang bergerak di bidang migas dibeli oleh istri Labora tak lebih dari sepuluh tahun lalu.
Jajaran direksi perusahaan itu ditempati oleh orang-orang dari dalam keluarga besarnya. Istri Labora menjadi komisaris, adik iparnya menjadi direktur, dan kepemilikan saham dibagi juga kepada dua anaknya. (berbagai sumber)