Dokumen itu juga menceritakan daftar informan yang ditugasi untuk mengawasi orang-orang yang dicurigai oleh Kopassus. Kendati jati diri informan-informan itu tidak diungkap, namun dalam laporan itu mereka digambarkan berdasarkan temperamen dan motivasi mereka.
Informan-informan ini digambarkan berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, birokrat, guru, tukang ojek, kepala suku, kepala desa, hingga petani.
"Materi dokumen ini menyingkap bahwa pemerintah Indonesia menjalankan sebuah jaringan mata-mata dan informan di Papua dalam skala target dan jangkauan yang mengejutkan," tulis The Canberra Times.
Pengawasan yang dilakukan oleh Kopassus, kata Canberra Times, juga dilakukan oleh TNI, polisi, serta BIN. "Dokumen ini hanya sedikit contoh dari semua operasi yang tengah berlangsung di Papua."
Sejak otonomi khusus diperkenalkan pada 2001, diperkirakan jumlah pasukan TNI yang dikerahkan di sana berlipat ganda--dari tiga batalyon menjadi enam batalyon. Diperkirakan, jumlahnya sekitar 15.000 orang, atau sekitar 13 kali dari jumlah pasukan separatis di sana.
Berdasarkan dokumen tersebut, kekuatan kelompok separatis di Papua meliputi 1.129 orang tentara separatis, dilengkapi 131 senjata serta granat.
Saat dikonfirmasi oleh Canberra times sejak dua pekan lalu, pihak TNI maupun Kopassus belum memberikan respons terhadap isi artikel itu. Kapuspen TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul juga belum bisa dikonfirmasi.
Sementara itu, juru bicara TNI mengaku belum mengetahui kebocoran dokumen rahasia milik Kopassus tersebut.
Saat dihubungi lewat saluran telepon, Minggu 14 Agustus 2011, Kepala Dinas Penerangan Umum Markas Besar TNI Kolonel Cpl Minulyo Suprapto mengaku belum mengetahui tentang adanya pemberitaan media Australia yang membocorkan 19 dokumen rahasia milik Kopassus tahun 2006-2009.
"Saya sama sekali belum tahu masalah itu. Saya malah baru tahu dari Anda," ujar Minulyo di Jakarta. (art)(VIVAnews)