Sabtu, 10 September 2011
Bagaimana Kisah Kasus Nazaruddin?
Penanganan banyak kasus hukum besar yang menarik perhatian tersendat oleh aparatur penegak hukum. Penyebabnya juga banyak. Pertama, bisa saja karena kasus itu memang rumit menurut logika hukum. Kedua, bisa juga karena ada kepentingan yang harus dijaga sehingga diulur-ulur, dicari-cari fakta dan argumen penyelamatan. Ketiga, akibatnya, penegak hukum memainkan waktu sedemikian rupa agar kasus itu lenyap dari perhatian sehingga sesuai dengan skenario.
Banyak bukti yang bisa ditunjukkan. Mulai kasus dana penyelamatan Bank Century, kasus suap dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda Goeltom, skandal pajak Gayus Tambunan, pemalsuan surat Mahkamah Konstitusi, hingga seabrek kasus yang tenggelam di meja kepolisian dan kejaksaan.
Fakta-fakta itu mendorong publik agar tidak malas bertanya dan menagih agenda serta kelanjutan kasus-kasus yang ditangani aparatur penegak hukum, termasuk yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di tengah kelumpuhan yang nyaris sempurna di lingkungan lembaga-lembaga penegak hukum, pengawasan publik menjadi satu-satunya harapan yang tersisa.
Karena itu, kita mau bertanya dan menagih kepada KPK, bagaimana kelanjutan kasus Muhammad Nazaruddin. Satu bulan setelah ia ditangkap di Cartagena, penyidikan terhadap mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu jalan di tempat.
Nazaruddin dan pengacaranya berhasil memainkan agenda sedemikian rupa sehingga mengalihkan fokus KPK dari kasus korupsi dan seluruh jejaring yang harus dibongkar. Mulai surat ke Presiden Yudhoyono yang secepat kilat dijawab, hilangnya sang istri Neneng Sri Wahyuni, permohonan pindah dari rumah tahanan Brimob, hingga entah apa lagi yang akan dimainkan.
Kasus suap Wisma Atlet di Palembang yang ikut menyeret Nazaruddin sebagai tersangka sampai saat ini masih terbatas pada tiga tersangka yang sudah memasuki persidangan. Mereka ialah Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manullang, Manajer Pemasaran PT Duta Graha Muhammad El Idris, dan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam.
Nama lain yang gencar disebut Nazaruddin selama pelarian belum disentuh sampai saat ini. Mereka ialah Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, anggota DPR Angelina Sondakh dan Mirwan Amir (Partai Demokrat), serta I Wayan Koster (PDIP). KPK pun tidak ingin mengonfrontasi nama-nama tersebut dengan Nazaruddin.
Mengulur-ulur waktu pengungkapan sebuah kasus besar tidak lagi menjadi alasan yang jujur. Bermain waktu telah menjadi bagian dari korupsi dan manipulasi itu sendiri. Kita berharap KPK tidak terperangkap pada politik waktu yang dimainkan Nazaruddin. KPK harus fokus kepada konspirasi dan aliran uang. (MICOM)