"Dinten niki nggeh nembe jenengan kalian recang-rencang meniko, lintune dereng wonten. (Hari ini ya baru Anda dan teman-teman ini, lainnya belum ada)," kata juru kunci pemakaman Mbah Trimo (83), disela kunjungan ziarah oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, Minggu (1/5/2011).
Kondisi ini dikatakan juga oleh Mbah Trimo, sudah terjadi dalam 2 tahun terakhir. Jika di tahun-tahun sebelumnya kelompok buruh selalu berduyun-duyun datang ziarah saat perayaan Hari Buruh, saat ini jumlahnya bisa dihitung dengan jari.
"Menawi wonten nggih siji lowo mawon. Niku mangke siang utawi sonten (Kalau ada ya hanya satu dua saja. Itu nanti siang atau sore)," lanjut lelaki renta yang masih tampak kuat menjalani pekerjaannya.
Semakin dilupakannya Marsinah juga diungkapkan Kasubbag Humas Polres Nganjuk AKP Karjadi, disela kegiatannya ikut mengamankan peringatan Hari Buruh di makam Marsinah. Aksi simpatik mengenang jasa Marsinah dalam beberapa tahun terakhir sudah berbeda dengan yang pernah dilakukan sebelumnya.
"Sangat jauh berbeda, nggak seperti yang dulu-dulu. Sekarang lebih sepi," ungkap Karjadi.
Meski terjadi penurunan jumlah pengunjung ke makam Marsinah dari tahun ke tahun, Karjadi menegaskan pihaknya masih tetap menerapkan prosedur pengamanan yang sama di setiap tahun. 1 pleton personel Pengendali Massa (Dalmas) yang dibantu sejumlah peronel dari Polsek Sukomoro dan dari Satuan Intelkam telah disiagakan untuk melakukan penjagaan. "Kami kan hanya antisipasi. Jangan sampai nanti ternyata ada aksi besar tidak tercover keamanannya," tendasnya.
Marsinah adalah mantan buruh pabrik arloji PT Catur Putra Surya di Sidoarjo. Dia tewas terbunuh dan jasadnya ditemukan di kawasan hutan Walangan, Nganjuk pada 9 Mei 1993 silam, setelah sebelumnya ikut memimpin aksi mogor kerja di tempatnya bekerja. Meski eksekutor pembunuhannya sudah ditangkap dan diadili, otak dibalik kekejian tersebut sampai saat ini belum bisa terungkap.
Sementara Ketua Divisi Serikat Pekerja AJI Kediri Danu Sukendro mengatakan, kunjungan ke makam Marsinah sengaja dilakukan untuk mengenang jasa, sekaligus berusaha menyerap makna perjuangan. Jurnalis dianggapnya juga sebagai buruh yang harus mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan layak atas pekerjaannya.
"Mari kita mencecap apa yang sudah dilakukan Mbak Marsinah. Dengan semangat baja, dia seorang perempuan yang pemberani untuk memperjuangkan penindasan yang dialami kelompoknya," tegas Danu.
Dalam kesempatan Hari Buruh tahun ini, AJI Kediri kembali menyerukan dibayarkannya upah layak untuk jurnalis, serta pentingnya pemberian jaminan keselamatanbagi jurnalis oleh perusahaan media tempatnya bekerja.
"Ada lima item yang menjadi tuntutan AJI dalam Hari Buruh tahun ini. Selain masalah upah, isu kesejahteraan dan jaminan keselamatan atas pekerjaan juga diserukan agar dipenuhi," pungkasnya. (bdh/bdh)(detikSurabaya)