Hal tersebut dia sampaikan saat jumpa pers di sela-sela acara Konferensi Pemberantasan Praktik Penyuapan Pejabat Asing dalam Transaksi Bisnis Internasional di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, Selasa (10/11/2011).
Menurut Jasin, kemungkinan aturan penolakan itu bisa dimasukkan dalam revisi UU Kemigrasian. Pihaknya mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM ini mewujudkan hal ini.
"Kita mempunyai kewenangan untuk itu. Kita berhak menolak sebagai penegak hukum," imbuhnya.
Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi KPK Sudjanarko sebelumnya mengatakan, keinginan ini juga muncul dalam forum negara-negara maju G-20. Layaknya memperlakukan teroris, nama-nama yang pernah tercatat sebagai koruptor harus ditolak masuk negara lain.
"Misalnya India, kalau di sana ada perusahaan korupsi. Dengan ini, UU Imigrasi kita harus bisa menolak bila yang bersangkutan datang ke Indonesia, begitu di Bandara harus ditolak nggak boleh masuk," urainya. (mad/anw)
MUI: Koruptor = Teroris, Pantas Dihukum Mati
Jakarta - Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Aminuddin Yaqub setuju hukuman koruptor disamakan dengan teroris. Oleh karena itu, koruptor pantas dihukum mati, seperti pelaku terorisme.
"Kalau seseorang tersebut melakukan tindakan yang sangat meresahkan negara boleh memberikan hukuman mati," ujar Aminuddin usai menghadiri diskusi di Wisma Antara, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2011).
Menurut Aminuddin, MUI sudah mengeluarkan fatwa bahwa untuk pelaku extraordinary crime dalam hukum Islam bisa dihukum mati seperti kasus pembunuhan. Sedangkan bagi koruptor yang perbuatannya meresahkan negara juga diperbolehkan diterapkan hukuman mati.
Korupsi, lanjut Aminuddin, melahirkan dampak yang berat bagi bangsa sehingga koruptor bisa disamakan dengan tindakan teror.
Aminuddin menambahkan, pelaku teror mendapat hukuman berat karena membunuh banyak orang di tempat kejadian perkara (TKP). "Koruptor bisa mematikan bangsa," tuturnya. (detikNews)