Hal ini terkait keputusan Kementerian ESDM melalui Badan Pelaksana Pengatur Hulu Migas (BP Migas) yang memastikan PT Pertamina (Persero) sebagai operator utama Blok West Madura Offshore (WMO), dengan kepemilikan saham 80 persen, sementara Kodeco 20 persen.
Penekanan yang cukup keras itu tak lain sebagai upaya menuntut supaya pemerintah daerah mendapatkan hak partisipasi WMO. Terlebih lagi saat ini operasional WMO masih berada ditangan perusahaan asing yaitu Kodeco.
"Kami mendukung penuh apa yang disuarakan gubernur supaya Jatim mendapat bagian saham 49 persen. Jika tidak harus ada tindakan tegas," kata anggota Komisi D DPRD Jatim Agus Maimun, Jumat (6/5/2011).
Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, selama ini Jatim hanya menjadi korban. Jatim harus menanggung beban kerusakan jalan, lingkungan dan lainnya akibat eksplorasi tersebut, namun Jatim tidak pernah mendapatkan bagian keuntungan dari ekplorasi yang bernilai puluhan triliun itu.
Di satu sisi, Jatim dianggap punya kemampuan dalam pengelolaan eksplorasi di kawasan Blok WMO itu. Sebab Jatim sudah punya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang cukup mumpuni yaitu PT Petrogas Jatim Utama (PJU).
Agus menyebutkan, dukungan dari Komisi D tidak sekadar omong belaka. Dalam waktu dekat ini pihaknya juga akan segera menghadap Menteri ESDM bersama dengan anggota DPRD Jatim lainnya. Agenda yang dibawa terkait dengan permintaan bagian Pemprov Jatim itu.
Anggota Komisi C DPRD Jatim Suli Daim dikonfirmasi terpisah menambahkan, pihaknya akan mengawal keinginan gubernur dan masyarakat Jatim dalam mendapatkan bagi hasil migas yang proporsional. "Jika Komisi D menghadap Kementerian ESDM, kami akan komunikasi dengan Komisi VII DPR RI dan BP Migas. Kami akan meminta tegas agar Jatim tidak ditinggal dalam pengelolaan blok migas West Madura, karena tidak adil. Ini sesuai amanat pasal 33 UUD 1945," tukasnya.
Mengenai pernyataan gubernur yang akan melarang beroperasinya blok West Madura, jika Jatim ditinggal, Suli mengapresiasi sikap tegas Pakde Karwo itu. "Itu protes yang wajar dari seorang gubernur, karena sebagai pemilik teritorial wilayah. Kami utamakan jalan dialog dulu dengan pusat, jangan sampai terjadi bentrokan dan konflik antarpemerintah dan rakyat Jatim," pungkasnya. [tok/but](beritajatim.com)