Jakarta – Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengadakan rapat dengan pendapat (RDP) dengan Profesor Keuangan Universitas Padjadjaran Dian Masyita membahas mengenai besaran dana haji per jamaah pada tahun ini.
Dari hasil simulasi perhitungan, Dian mengusulkan agar dana haji tahun ini sebesar Rp 40 juta.
Seperti diketahui, sebelumnya Kementerian Agama mengusulkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun ini sebesar Rp 98,8 juta. Dimana dari biaya tersebut, 70%-nya dibebankan kepada jamaah sedangkan 30% sisanya berasal dari nilai manfaat yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Dengan perhitungan tersebut, maka dana yang ditanggung jamaah haji (Bipih) Tahun 2023 M sebesar Rp 69 juta. Sebelumnya, saat mendaftar haji jamaah sudah menyetorkan uang pendaftaran sebesar Rp 25 juta, itu artinya dengan usulan tersebut jamaah perlu menambah pelunasan sebesar Rp 44 juta.
Hal ini dinilai memberatkan masyarakat oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang. Pasalnya, dengan melihat komposisi calon jamaah haji 2023 yang mayoritas merupakan masyarakat kalangan bawah maka biaya pelunasan sebesar Rp 44 juta selama 1 bulan akan sulit dilakukan. Kebijakan ini menurutnya akan berisiko pada banyaknya jamaah yang tidak bisa berangkat haji di tahun ini.
“Kalau bercermin dengan itu maka jamaah harus melunasi Rp 44 juta. Dengan profil jamaah seperti itu (banyak kalangan bawah) kita dapat meyakini sebagian besar yang masuk dalam jamaah yang berangkat tahun ini pasti tidak mampu melunasi Rp 44 juta. Kalau kita dapat bersepakat dengan pemerintah tanggal 14 ini diputuskan, jamaah hanya punya waktu 1 bulan melunasi,” terangnya dalam RDP di Komisi VIII, Kamis (9/2/2023).
Pada rapat Pokja Haji Komisi VIII DPR RI, Rabu (8/2/2023) setelah mencoba untuk diefisiensikan, biaya haji diturunkan sebesar Rp 96 juta. Oleh karena itu, dalam RDP tersebut Profesor Dian mengusulkan agar pelunasan biaya haji hanya dibebankan sebesar Rp 15 juta saja.
Untuk itu, ia menawarkan skema pembiayaan haji tahun ini dengan proporsi sekitar 40%:60%, dimana Rp 40 juta merupakan Bipih dan sekitar Rp 56 juta disubsidi dengan dana nilai manfaat yang dikelola BPKH.
Dian mengusulkan agar kenaikan biaya pelunasan tidak langsung meloncat ke Rp 44 juta. Namun, biayanya dapat naik perlahan selama Rp 3 juta tiap tahunnya. Dengan perhitungan tersebut, jika dimulai di tahun 2023 biaya pelunasan sebesar Rp 15 juta, kemudian naik menjadi Rp 18 juta di 2024, kemudian menjadi Rp 22 juta di 2025 dan seterusnya maka selama 10 tahun setoran pelunasan biaya keberangkatan haji dapat bernilai Rp 44 juta pada tahun 2034.
“Skenarionya Rp 25 juta sudah oke, tambahan pelunasan Rp 15 juta tahun sekarang, start dari Rp 15 juta tahun 2023 kemudian kenaikannya 3 juta 3 juta, Rp 15 juta naik lagi Rp 18 juta dan seterusnya. Kalaupun naik Rp 44 juta itu masih di 2034 karena kita punya dana BPKH 7% yang bisa mengangkat angka ini,” jelasnya.
Dian menjelaskan dengan mempertimbangkan dana jamaah yang diinvestasikan dengan imbal hasil 7%, dimana nilai manfaat sebesar Rp 20 triliun, maka biaya haji bagi 221 ribu jamaah dengan masing-masing orang sebesar Rp 96 juta menjadi Rp 21 triliun masih memungkinkan untuk dibantu dengan dana Rp 7 triliun.
“Karena ada nilai manfaat sebesar Rp 20 triliun. Dengan 221 ribu orang, kalau Rp 96 juta biayanya Rp 21 triliun, jadi Rp 21 triliun ambil tambahan Rp 7 triliun misalkan terpakai uang pangkal orang yang belum masuk, tapi dengan grafik yang ditunjukkan keberlanjutannya tetap dijaga,” tambahnya.
Merespon hal tersebut, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mewakili anggota komisi menyampaikan sikap sepakatnya terhadap perhitungan Dian yang mengatakan tidak harus menaikkan dana pelunasan haji sampai Rp 44 juta.
“Kami tetap meyakini bahwa dari satu sisi masih bisa ada penghematan harga-harga dari akomodasi, konsumsi, dan harga-harga lain termasuk penerbangan. Tapi di samping kita tekan harga di situ, kemudian kami melihat bahwa posisi keuangan haji kita yang dikelola BPKH tidak perlu harus terkejut di tahun ini karena pada dasarnya kita masih punya saving,” ujar Marwan.
Ia sepakat dana BPKH saat ini masih bisa mencukupi menaikkan besaran subsidi untuk dana haji tahun ini. Ia menjelaskan terdapat dana yang dikelola BPKH sebesar Rp 9,2 triliun pada 2020 yang tidak terpakai, kemudian sebanyak Rp 10,02 triliun juga tidak terpakai pada tahun 2021.
Selain itu pada 2022 terdapat nilai manfaat tahun berjalan yang terpakai sebesar Rp 6,9 triliun dan masih ada sisa. Kemudian, ada juga dana yang dikirimkan ke virtual account, dimana pada 2020 sebesar Rp 2,1 triliun, pada 2021 sebesar Rp 2,2 triliun, dan pada 2022 sebesar Rp 2,2 triliun.
“Artinya masih aman tidak mesti harus dibebankan kepada jamaah sampai Rp 44 juta,” pungkasnya. (mij/mij/cnbc)