Jakarta – Kuasa hukum Mario Dandy Satriyo, Andreas Nahot Silitonga, meminta majelis hakim menolak tuntutan membayar restitusi Rp 120 miliar karena dianggap tak sesuai aturan. Jaksa membantah ucapan pengacara Mario Dandy itu.
“Perhitungan restitusi yang dilakukan oleh LPSK sah dan berdasar. Bahwa penuntut umum menolak semua tuduhan dan sanggahan yang dilontarkan oleh tim penasihat hukum terkait perhitungan restitusi yang dilakukan oleh LPSK,” kata jaksa saat membacakan replik di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (24/8/2023).
Jaksa mengatakan perhitungan restitusi yang dilakukan LPSK didasarkan pada Perma No 1 Tahun 2022. Jaksa menyebut tuntutan restitusi Rp 120 miliar kepada Cristalino David Ozora sesuai dengan perma tersebut.
“Tuduhan dan sanggahan tersebut antara lain adalah bahwa perhitungan dari LPSK tidak sah, tidak berdasar, salah, keliru, dan tidak menggambarkan proyeksi kesehatan anak korban. Penuntut umum menyangkal tuduhan dan sanggahan tersebut dengan mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung, Perma No 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Permohonan dan Pemberian Restitusi kepada Korban atau Keluarganya oleh Pelaku Tindak Pidana atau Pihak Ketiga. Penuntut umum menilai bahwa perhitungan restitusi yang diajukan oleh LPSK telah sesuai dengan ketentuan perma ini,” ujarnya.
Jaksa mengatakan semua persyaratan terkait perhitungan restitusi telah dipenuhi oleh LPSK. Persyaratan itu di antaranya identitas pemohon, pelaku uraian, dan bukti tindak pidana yang dilakukan.
Jaksa juga mengatakan perhitungan restitusi didasarkan pada biaya perawatan David di RS Mayapada. Selain itu, rendahnya potensi David sembuh dari diffuse axonal injury turut dijadikan pertimbangan.
“Perhitungan restitusi tersebut juga merujuk pada proyeksi biaya pemulihan medis dari RS Mayapada, situs web halodoc.com tentang diffuse axonal injury, dan situs web Badan Pusat Statistik tentang angka harapan hidup menurut provinsi dan jenis kelamin pada tahun 2022. Perhitungan restitusi tersebut juga memperhitungkan potensi kesembuhan anak korban seperti keadaan semula yang sangat rendah, yakni hanya 10 persen serta kerugian imateriel akibat penderitaan fisik dan mental yang dialami anak korban dan keluarganya,” tutur jaksa.
“Dengan demikian, penuntut umum berpendapat, perhitungan restitusi yang diajukan oleh LPSK sah dan berdasar pada ketentuan hukum yang berlaku,” imbuhnya.
Jaksa juga menolak pleidoi kuasa hukum Mario Dandy terkait restitusi tak dapat diganti dengan pidana penjara. Jaksa menyebut Mario Dandy harus membayar restitusi sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap David di kasus tersebut.
“Kami menolak pendapat tim penasihat Terdakwa bahwa restitusi tidak dapat diganti pidana penjara karena kami yakin bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum pidana di Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya, pengacara Mario Dandy meminta hakim menolak membayar restitusi Rp 120 miliar kepada David. Mario Dandy menilai perhitungan restitusi dari LPSK itu tidak didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Menolak perhitungan restitusi LPSK karena tidak dibuat berdasarkan peraturan UU yang berlaku,” kata pengacara Mario Dandy, Andreas Nahot, saat membacakan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/8).
Andreas memohon majelis hakim menyatakan Mario Dandy Satriyo tidak bersalah melakukan penganiayaan berat sebagaimana Pasal 355 ayat 1 KUHP. Andreas memohon kepada majelis hakim untuk menjerat Mario dengan pasal penganiayaan anak yang tertuang dalam Pasal 76 c juncto Pasal 80 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 20 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.
“Menyatakan bahwa Mario Dandy Satriyo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 76 c juncto Pasal 80 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 20 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak,” kata Andreas.
“Menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya atau seadil-adilnya terhadap Dandy,” kata Andreas.
Mario Dandy dituntut hukuman 12 tahun penjara dan restitusi Rp 120 miliar. Jika tidak dibayar, akan diganti dengan hukuman penjara 7 tahun. (haf/haf.detik)