
Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima mengungkapkan, pihaknya tengah mengkaji opsi pemisahan antara pemilu eksekutif dan legislatif sebagai bagian dari evaluasi pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.
Menurut Bima, Komisi II sebetulnya sudah mulai menjaring berbagai masukan publik hingga melakukan kajian dan simulasi, sebelum MK memutuskan pemisahan pemilu nasional dan daerah.
“Pemisahan secara horizontal misalnya, membagi antara pemilu eksekutif dan legislatif. Pemilu eksekutif bisa dilakukan serentak mencakup pemilihan Presiden-Wakil Presiden dan Pilkada Provinsi serta Kabupaten/Kota,” ujar Bima dikutip dari siaran pers, Minggu (29/6/2025).
“Sedangkan pemilu legislatif meliputi pemilihan DPR, DPD, dan DPRD, dilakukan dalam waktu yang juga serentak tapi berbeda tahunnya,” sambungnya.
Selain pemisahan secara horizontal, Bima mengatakan bahwa Komisi II juga mengkaji opsi pemisahan pemilu secara vertikal, yang mirip dengan perintah putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024.
Adapun pemisahan vertikal yang dimaksud adalah pemilu nasional, yakni Presiden, DPR, DPD, digelar lebih dulu secara serentak.
Setelah itu, barulah pemilu daerah yang mencakup Pilkada dan DPRD dilaksanakan secara serentak pada tahun berbeda.
“Kami terus mengkaji mana skema yang paling tepat dan paling realistis. Karena pengalaman kemarin, tumpang tindih antara Pilkada dengan Pileg dan Pilpres menghasilkan ekses yang cukup besar, bahkan muncul istilah Pilkada rasa Pilpres. Dampak kemenangan di Pilpres pun turut memengaruhi koalisi politik dalam Pilkada,” ungkap Aria.
Politikus PDI-P itu menambahkan, Komisi II bahkan sempat mempertimbangkan wacana mendahulukan Pilkada dan pemilihan DPRD sebelum pemilu nasional.
“Semua opsi sedang kita kaji agar ke depan pemilu lebih efektif, efisien, dan tetap demokratis,” jelas Bima.
Bima menegaskan kajian atas sejumlah skema pemilu tetap akan dilanjutkan Komisi II, di samping pembahasan mengenai tindak lanjut putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan daerah.
“Komisi II DPR RI terus melakukan belanja informasi dari berbagai kalangan seperti cendekiawan, politisi, akademisi, hingga budayawan. Ini untuk mengevaluasi pelaksanaan Pemilu sebelumnya, baik Pilpres, Pileg, maupun Pilkada yang bahkan hingga kini belum seluruhnya selesai,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.
Artinya, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden.
Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan, Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
Lanjutnya, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.
“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Di samping itu, Saldi menjelaskan, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.
Namun, MK mengusulkan pilkada dan pileg DPRD dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.
“Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota,” ujar Saldi. (kompas).