Foto: Rapat Komisi III DPR dengan PPATK, Selasa (21/3/2023)

Jakarta – Komisi III DPR menggelar rapat kerja bersama PPATK membahas transaksi janggal yang sempat disebut terjadi di lingkungan Kemenkeu. Rapat tersebut dihujani interupsi.

Awalnya Ketua PPATK Ivan Yustiavandana memaparkan data PPATK periode 2002-2022. Ivan menyampaikan PPATK telah mengungkap perkara TPPU dengan total angka ratusan triliun.

“PPATK telah mengungkapkan perkara TPPU dari berbagai tindak pidana asal, LHA dan LHP terkait tindak pidana korupsi Rp 81,3 triliun, LHA dan LHP terkait tindak pidana perjudian Rp 81 triliun, LHA dan LHP terkait tindak pidana GFC Rp 4,8 triliun, LHA dan LHP terkait tindak pidana narkotika Rp 3,4 triliun, LHA dan LHP terkait penggelapan dana yayasan Rp 1,7 triliun,” ujar Ivan dalam rapat bersama Komisi III DPR, Selasa (21/3/2023).

Seusai pemaparan, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni kemudian menyampaikan harapannya soal heboh transaksi janggal Rp 349 triliun bisa diluruskan. Dia tak ingin ada kegaduhan.

“Kita harap keramaian ini membuat keramaian yang ada ujungnya, kalau yang disampaikan PPATK ke Pak Menko asumsi transaksi sampai Rp 349 T itu akhirnya tak terbukti TPPU, mestinya disampaikan ke publik terang benderang supaya tak gaduh dengan informasi yang belum tentu benar,” kata Sahroni.

Sahorni kemudian mempersilakan Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa untuk bicara. Desmond mempertanyakan soal Rp 300 triliun itu termasuk TPPU atau bukan.

“PPATK yang diekspos itu Rp 300 triliun TPPU?” tanya Desmond.

“TPPU,” jawab Ivan.

Desmond kemudian menanyakan lagi soal ada tidaknya kejahatan di Departemen Keuangan. Ivan menyampaikan posisi departemen yakni penyidik tindak pidana asal.

“Dalam konteks kebocoran ini, apa memang tidak beres kelembagaan Dirjen Pajak atau ada tikus seperti Alun, Alun (Rafael Alun Trisambodo)?” tanya Desmond.

Saat ini lah hujan interupsi terjadi. Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman interupsi soal pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md yang menyampaikan ada transaksi mencurigakan di Kemenkeu.

Sahroni kemudian menengahi saat hujan interupsi. Akhirnya Habiburokhman dipersilakan untuk interupsi.

“Saya mengutip langsung pernyataan dari Mahfud Md, Rabu, 8 Maret 2023, kita simak baik-baik agar publik yang tak disalahkan kok salah mengerti. Pernyataannya jelas-jelas, ‘Saya sudah dapat laporan pagi tadi terbaru ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kemenkeu yang sebagian besar ada di Dirjen Pajak dan Bea Cukai’. Kalau pasal 74 kita juga paham, ini dengan penalaran yang wajar jelas-jelas disebut di lingkungan keuangan yang sebagian besar di Dirjen Pajak dan Bea Cukai,” kata Habiburokhman.

Selanjutnya, Sahroni memberikan kesempatan ke anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Al-Habsyi. Dia mencecar soal asal-usul transaksi Rp 300 triliun.

“Korupsi kah, TPPU kah? Penggelapan pajak kah? Jenis kelaminnya supaya clear. Apakah data itu tidak ditindaklanjuti? Jika memang ada transaksi mencurigakan yang ditindaklanjuti aparat penegak hukum, kenapa tak dilaporkan ke Presiden? Publik jangan dibikin bingung, jangan sampai mengganggu pembayaran pajak di negara kita,” ucapnya.

Sri Mulyani Buka-bukaan 2 Sosok Punya Transaksi Jumbo Triliunan Rupiah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pihaknya menemukan ada transaksi jumbo dari dua orang wajib pajak. Hal ini diketahui dari data yang disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak.

Dalam data tersebut dia mengungkapkan ada seseorang berinisial SB yang disebut memiliki transaksi hingga Rp 8,2 triliun.

“Satu, figurnya pake inisial SB. Ini di dalam data PPATK disebutkan omzetnya mencapai Rp 8,247 triliun. Data dari SPT pajak adalah Rp 9,68 triliun, lebih besar di pajak daripada yang diberikan oleh PPATK,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (21/3/2023) kemarin.

Orang tersebut disebut memiliki saham di perusahaan dengan inisial PT BSI. Aliran dana ini diketahui juga dalam data PPATK.

“Kita teliti PT BSI yang ada di dalam surat PPATK juga, PT BSI ini data PPATK menunjukkan Rp 11,77 triliun. SPT Pajaknya menunjukkan Rp 11,56 triliun. Ada perbedaan Rp 200-an miliar itu pun dikejar. Kalau buktinya nyata perusahaan itu akan didenda 100%,” ujar Sri Mulyani.

SB juga punya transaksi ke perusahaan lain berinisial PT IKS. Selama periode 2018-2019, data PPATK menunjukkan transaksinya mencapai Rp 4,8 triliun sementara SPT perusahaan tersebut hanya melaporkan sejumlah Rp 3,5 triliun.

Selain SB, Sri Mulyani juga menyatakan pihaknya menemukan ada pihak yang berinisial DY juga memiliki transaksi jumbo. DY melapor dalam SPT hartanya Rp 38 miliar, namun hasil penelusuran PPATK menemukan orang yang sama punya transaksi sampai Rp 8 triliun.

Sri Mulyani bilang pihaknya sudah memakai data-data dari PPATK untuk memanggil yang bersangkutan dan dimintai keterangan.

“Nah, perbedaan data ini yang kemudian dipakai oleh Direktorat Jenderal Pajak memanggil kepada yang bersangkutan,” ujar Sri Mulyani. (detik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer