Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri berhasil mengungkap sindikat internasional perjudian dan pornografi online atau dalam jaringan (daring, red) milik jaringan asal Taiwan yang beroperasi di enam provinsi di Indonesia.
Menurut Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, tujuh orang tersangka telah ditangkap dalam pengungkapan tersebut, namun satu tersangka warga negara Taiwan berinisial K masih buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO).
“Alhamdulillah berkat dukungan seluruh masyarakat berkat dukungan rekan-rekan media pada hari ini kami merilis tentang tindak pidana judi online dimana ini sindikat internasional dan kami ketahui dari pelaku juga ada warga negara asing, ini server kemudian tersangka-nya berada di Indonesia, kemudian berapa berapa pelaku adalah warga negara asing dalam hal ini warga negara Taiwan,” tutur Djuhandhani di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Jenderal polisi bintang satu itu menjelaskan, pengungkapan berawal dari laporan polisi yang diterima penyidik beberapa waktu lalu. Penyidik melakukan penyelidikan dan berhasil menemukan salah satu kantor operasional sindikat tersebut di daerah Tangerang.
Dari situ, penyidik menemukan satu tersangka dan sejumlah barang bukti. Lalu dilakukan pengembangan ke wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali dan Sulawesi Selatan. Total tujuh tersangka ditangkap pada akhir Juni, yakni CCW selaku marketing, SM selaku costumer service, WAN selaku agen, kemudian KA AIH, NH, DT dan ST selaku host (pembawa acara pornografi).
Jaringan ini, kata dia, sudah beroperasi sejak Desember 2023 sampai April 2024. Lokasi pengungkapan jaringan ini berada di DKI Jakarta di dua lokasi, yakni Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Kemudian di Bandung, Jawa Barat, Semarang dan Jepara di Jawa Tengah, Bali di Klungkung serta di Makassar, Sulawesi Selatan.
“Modus operandinya adalah para pelaku bagian dari sindikat bandar judi internasional yang dipimpin oleh warga negara Taiwan berinisial K,” ujarnya.
Djuhandhani menuturkan, tersangka K datang ke Indonesia melakukan praktik perjudian daring, memiliki server yang berada di Taiwan dan kantor operasional berada di Karawaci, Tangerang.
Tersangka K, kata dia, memperkerjakan warga negara Indonesia menjadi anggota sindikat dengan peran-peran berbeda, ada yang sebagai administrasi, penyedia rekening, telemarketing, customer service.
“Berdasarkan penyidikan praktik perjudian online dalam kurun waktu bukan Desember 2023 sampai April 2024. Dari pengungkapan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Polri ditemukan 2 situs judi daring, yaitu ‘hot51′ dan ’82gaming’,” ungkapnya.
Menurut dia, kedua situs tersebut, oleh para pelaku, selalu diubah domain-nya dengan tujuan menyamarkan konten judi yang ada pada situ tersebut.
Selain itu, pada situs hot51 tersedia dua layanan yaitu layanan judi daring dan layanan live streaming pornografi. Dalam hal layanan live streaming, lanjut dia, sindikat ini merekrut agen yang bertugas mencari streamer atau host untuk melakukan live streaming.
“Para host tersebut melaksanakan live streaming sambil berpakaian minim atau seksi sampai dengan tidak berpakaian dan berhubungan intim. Sedangkan agen bertugas mengatur jam kerja dan mencatat kinerja host secara pendapatan host ataupun atau gaji maupun bonus,” paparnya.
Tidak hanya itu, para host untuk melakukan live streaming selama tiga jam tiap hari dan mendapatkan gaji minimum dan para host akan mendapatkan bonus gift yang diberikan oleh viewers (penonton).
Berdasarkan proses penyidikan, kata Djuhandhani, didapatkan informasi terkait dengan pembagian persentase agen dan host. Dimana agen mendapatkan keuntungan 10 persen dari gaji dan gift dari viewers.
Para pelaku melanggar tidak pidana menawarkan atau memberikan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian atau dengan sengaja tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diakses-nya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dan perjudian sebagaimana diatur dalam Pasal 303 KUHP dan/atau Pasal 45 ayat (1) dan (3) juncto Pasal 27 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar. (ant).