Jakarta – Love scamming adalah salah satu modus dalam cybercrime, dimana pelaku kejahatan akan menggunakan identitas palsu sehingga korban jatuh cinta kepadanya.
Polri baru saja membongkar sindikat penipuan modus love scamming jaringan internasional, dengan jumlah korban ratusan orang. Polri mengimbau masyarakat mewaspadai modus kejahatan ini.
“Sebagaimana melihat pengungkapan ini, tentunya (mengimbau masyarakat, red) agar tidak memberikan atau membuka akses identitas, foto, yang terkait dengan data-data identitas pribadi di media sosial,” imbau Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/1/2024).
Dia meminta masyarakat lebih mawas diri saat berinteraksi dengan orang asing yang dikenal di media sosial. Dia meminta masyarakat mengenali betul dengan siapa dia berinteraksi.
“Pelajari betul siapa yang berinteraksi di media sosial,” ujar Trunoyudho.
Sikap tersebut diperlukan, lanjut Trunoyudho, agar masyarakat tidak mudah teperdaya dengan bujuk rayu pelaku love scamming. “Dan kemudian jangan sampai terpedaya, dan apalagi sampai menyerahkan benda atau barang, materiil, ataupun finansial kepada orang yang memang belum kita ketahui,” ucap dia.
Diketahui, sindikat penipuan modus love scamming jaringan internasional yang diungkap Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, ini meraup Rp 50 miliar dari para korbannya. Para pelaku love scamming ini mencari calon korban dari aplikasi kencan online atau dating apps.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, mengatakan para pelaku melancarkan aksinya di sejumlah aplikasi kencan seperti Tinder, Bumble, Okcupid, dan Tantan. Masing-masing pelaku beroperasi dengan menggunakan 4 profil dating apps, baik laki-laki atau perempuan yang bukan dirinya.
“Mereka berpura-pura untuk mencari pasangan, setelah mendapatkan korban para pelaku ini meminta nomor handphone sehingga kemudian berkomunikasi percintaan maupun mengirimi foto-foto seksi untuk dapat meyakinkan korban,” ungkap Djuhandani dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat sore.
Kala proses pendekatan dirasa cukup, pelaku lantas melakukan profiling terhadap korbannya. Tujuannya menguasai seluruh informasi dan mendapatkan kepercayaan korban.
Setelah berhasil menguasai seluruh informasi dan mendapatkan kepercayaan korban, pelaku melanjutkan aksinya dengan mengajak korban untuk menjalin bisnis bersama.
“Selanjutnya korban dibujuk rayu, bujuk rayunya untuk dapat berbisnis membuka akun toko online melalui link http:sop66hccgolf.com,” jelas Djuhandani.
Untuk memulai bisnis itu, korban akan diminta melakukan deposit awal senilai Rp 20 juta. Pembayaran dilakukan melalui sistem kripto.
“Dan korban akhirnya mau untuk berinvestasi untuk diberikan keuntungan tetapi ternyata bisnis tersebut palsu belaka,” ucapnya. (ond/aud/detik)