Ilustrasi gedung PBNU. (disway.id/anisha aprilia)

Jakarta – Polemik antara Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar dengan Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf masih berlangsung. Kedua belah pihak saling bantah.

Dikutip dari detikcom, Senin (1/12/2025), masalah di tubuh PBNU ini mulai mencuat usai keluarnya surat edaran PBNU tentang tindak lanjut keputusan rapat harian Syuriyah PBNU yang diteken Wakil Rais Aam PBNU Afifuddin Muhajir dan Katib Ahmad Tajul Mafakhir pada Selasa, 25 November 2025.

“Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU terhitung mulai 26 November 2025 pukul 00.45 WIB,” bunyi keputusan surat tersebut.

Dalam surat itu juga disebut, selama kekosongan jabatan Ketua Umum PBNU, kepemimpinan pengurus Besar Nahdlatul Ulama sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.

Surat ini dibenarkan oleh Katib Tajul Mafakhir. Ia menyebut surat ini merupakan risalah rapat.

“Demikian bunyi keputusannya dalam risalah rapat itu,” ujarnya ketika dimintai konfirmasi.

Miftachul Akhyar: Kepemimpinan PBNU di Rais Aam

Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menegaskan bahwa sejak 26 November 2025, Gus Yahya tidak lagi menjabat sebagai Ketum PBNU. Miftachul mengatakan kepemimpinan PBNU kini berada di tangan Rais Aam.

Pernyataan tegas Rais Aam ini disampaikan usai silaturahmi Rais Aam PBNU dengan para Syuriah PBNU dan PWNU yang digelar di kantor PWNU Jawa Timur, Sabtu (29/11). Miftachul menegaskan bahwa keputusan Syuriah PBNU ini bersifat final.

“Terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB, KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU. Sejak saat itu, kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam,” tegas Miftachul dalam keterangannya.

Miftachul menambahkan bahwa penggunaan atribut atau pengambilan keputusan atas nama ketum tidak lagi memiliki legitimasi. Rais Aam menegaskan bahwa risalah Rapat Harian Syuriah PBNU telah disusun berdasarkan data dan kondisi riil.

“Tidak ada motif lain di luar yang tertulis dalam risalah rapat. Semua sesuai fakta,” ujarnya.

Untuk memastikan roda organisasi berjalan normal, Miftachul mengatakan PBNU akan segera menggelar rapat pleno atau muktamar dalam waktu dekat. “Kita ingin transisi berjalan tertib, sesuai aturan jam’iyah,” kata Rais Aam.

Miftachul memberikan perhatian khusus terhadap dinamika opini publik dan informasi yang beredar di media arus utama maupun media sosial.

“Untuk mendapatkan kesahihan informasi, akan dibentuk Tim Pencari Fakta yang bekerja secara utuh dan mendalam,” jelasnya.

Gus Yahya Tegaskan Masih Ketum PBNU

Gus Yahya menegaskan bahwa dia masih sah menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Gus Yahya menyebutkan pergantian Ketum PBNU hanya bisa dilakukan melalui Muktamar.

“Secara de jure, berdasarkan AD/ART NU, saya tetap sebagai Ketua Umum PBNU dan tidak bisa diganti atau dimundurkan kecuali melalui forum Muktamar atau Muktamar Luar Biasa,” kata Gus Yahya, dikutip dari situs NU Online, seperti dilihat Minggu (30/11).

Gus Yahya menambahkan bahwa secara de facto, dia juga masih menjalankan tugas-tugas sebagai Mandataris Muktamar Ke-34 NU di Lampung untuk masa khidmah 2021-2026/2027. Dia menyebutkan agenda program serta pelayanan organisasi PBNU tetap berjalan sebagaimana mestinya.

“Secara de facto saya tetap menjalankan tugas saya sebagai Mandataris Muktamar NU ke-34 di Lampung hingga tahun 2026/2027. Saya masih terus mengupayakan untuk menjalankan agenda dan khidmah PBNU demi kepentingan dan kemaslahatan jamaah dan jam’iyyah NU,” ujarnya.

Gus Yahya menyampaikan bahwa dia terus mengusahakan penanganan atas dinamika internal dan turbulensi yang muncul dalam tubuh PBNU dalam beberapa hari terakhir. Ia menegaskan, upaya penyelesaian dilakukan dengan bimbingan para masyayikh serta melalui ikhtiar islah untuk menjaga persatuan organisasi.

“Selain itu, saya juga terus mengupayakan penanganan permasalahan dan turbulensi yang terjadi di tubuh organisasi PBNU saat ini, dengan bimbingan dan arahan para masyayikh, termasuk mengikhtiarkan islah demi persatuan jamaah dan jam’iyyah NU,” jelasnya.

Para Kiai Sepuh Serukan Islah PBNU

Menanggapi polemik di tubuh PBNU ini, kiai-kiai sepuh NU berkumpul di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso, Kediri. Para kiai menyerukan islah PBNU.

Dilansir detikJatim, Minggu (30/11), pertemuan itu digelar dalam Forum Musyawarah Sesepuh NU yang diprakarsai Pengasuh Ponpes Lirboyo, KH Anwar Manshur, dan Pengasuh Ponpes Al-Falah Ploso, KH Nurul Huda Djazuli.

Forum tersebut dihadiri para masyayikh dari berbagai daerah, baik secara langsung maupun daring. Di antaranya adalah KH. Anwar Manshur, KH. Nurul Huda Djazuli, KH. Ma’ruf Amin (via zoom), KH. Said Aqil Siroj (via zoom), KH. Abdullah Kafabihi Mahrus, KH. Abdul Hannan Ma’shum, KH. Kholil As’ad, KH. Ubaidillah Shodaqoh, KH. dr. Umar Wahid (via zoom), dan KH. Abdullah Ubab Maimoen (via zoom).

Forum Sesepuh NU menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi internal yang terjadi di PBNU belakangan ini. Hal itu diutarakan oleh perwakilan kiai sepuh usai pertemuan, KH. Athoillah Sholahuddin Anwar, KH Oing Abdul Muid Shohib (Gus Muid) dari Ponpes Lirboyo Kediri, dan KH. Muhammad Abdurrahman Al Kautsar dari Ponpes Al Falah Ploso Kediri.

“Para kiai sepuh berharap agar segera terjadi islah demi kebaikan jam’iyyah,” kata Gus Muid, Minggu (30/11/2025).

Para sesepuh juga menyerukan agar pihak-pihak yang sedang berkonflik menghentikan pernyataan di media, terutama yang berpotensi membuka aib dan merusak marwah organisasi.

“Segala bentuk pernyataan yang berpotensi memperuncing suasana hendaknya dihentikan demi menjaga kehormatan Nahdlatul Ulama,” jelas Gus Muid. (lir/wnv/detik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer