sound horeg. (ISTIMEWA)

Surabaya – Pemerintah Provinsi Jawa Timur menerbitkan aturan baru yang membatasi tingkat kebisingan penggunaan pengeras suara atau sound system di berbagai kegiatan.

Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Bersama yang ditandatangani oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kapolda Jatim Irjen Nanang Avianto, dan Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Rudy Saladin pada 6 Agustus 2025.

Batas Tingkat Kebisingan

Dalam SE Bersama Nomor 300.1/6902/209.5/2025, Nomor SE/1/VIII/2025, dan Nomor SE/10/VIII/2025, terdapat pembatasan tingkat kebisingan untuk dua jenis pengeras suara:

1). Pengeras suara statis (menetap), seperti untuk konser musik atau pertunjukan seni budaya di dalam maupun luar ruangan: maksimal 120 desibel (dBA).

2). Pengeras suara nonstatis (bergerak), seperti pada karnaval budaya atau aksi unjuk rasa: maksimal 85 desibel (dBA).

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meninjau progress pembangunan Sekolah Rakyat di Jember, Kamis (31/7/2025).

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meninjau progress pembangunan Sekolah Rakyat di Jember, Kamis (31/7/2025).(KOMPAS.com/Mega Silvia)

Wajib Mengantongi Izin

Khofifah menegaskan bahwa aturan ini telah disesuaikan dengan berbagai regulasi nasional, termasuk Permenkes, PermenLH, dan Permenaker.

“Penggunaan pengeras suara statis dan nonstatis pada suatu kegiatan tetap harus mengantongi izin dari kepolisian,” kata Khofifah, Sabtu (9/8/2025).

Menurutnya, setiap kegiatan yang berpotensi mengganggu ketertiban umum wajib memiliki izin keramaian dari kepolisian.

Pernyataan Tanggung Jawab

Dalam pengajuan izin, penyelenggara wajib membuat surat pernyataan kesanggupan untuk bertanggung jawab apabila terjadi korban jiwa, kerugian materiil, atau kerusakan fasilitas umum dan properti warga.

“Pernyataan ini wajib dibuat dan ditandatangani di atas materai,” jelas Khofifah.

Konsekuensi Pelanggaran

Jika dalam pelaksanaan kegiatan ditemukan pelanggaran hukum seperti penyalahgunaan narkotika, peredaran minuman keras, pornografi, pornoaksi, tindakan anarkis, tawuran, atau aksi yang memicu konflik sosial, polisi berhak menghentikan acara.

Penyelenggara juga akan dimintai pertanggungjawaban sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan aturan ini, Pemprov Jatim berharap penggunaan sound horeg tetap mendukung kelancaran acara tanpa menimbulkan gangguan bagi masyarakat maupun ketertiban umum. (kompas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer