Ilustrasi nilai tukar rupiah. (KOMPAS.com/MAULANA MAHARDHIKA)

Jakarta – Nilai tukar rupiah mencapai level Rp 16.611 per dollar AS pada Selasa (25/3/2025), terendah sejak krisis 1998.

Berdasarkan data Bloomberg pada Rabu (26/3/2025) pukul 09.15 WIB, nilai tukar rupiah hanya menguat 4 pon atau 0,02 persen menjadi Rp 16.607 per dollar AS.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah bagi masyarakat umum mungkin kurang mendapat sorotan.

Padahal, kondisi ini sangat memengaruhi kehidupan dan perekonomian masyarakat umum.

Alasan nilai tukar rupiah terendah sejak 1998

Bhima menerangkan, setidaknya terdapat lima penyebab nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terendah.

Menurutnya, sentimen negatif terhadap kondisi ekonomi dan politik AS membuat investor melakukan flight to quality atau pindah ke aset yang aman dengan keluar dari pasar modal.

“Tercatat penjualan bersih asing atau nett sells menembus Rp 36,5 triliun dalam tiga bulan terakhir,” kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Rabu (26/3/2025).

Selain itu, pengalihan saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke BPI Danantara juga dinilai menurunkan nilai tukar rupiah. Sebab, banyak investor khawatir terhadap tata kelola dan dividen badan yang baru dibentuk tersebut.

Dia menjelaskan, tercatat ada pelemahan ekspor khususnya komoditas dan olahan primer seperti batubara, nikel, dan barang tambang lain dari Indonesia.

Pelemahan pergerakan ekonomi saat Ramadhan 2025 dan mudik lebaran juga membuat investor cenderung berhati-hati terhadap prospek daya beli usai Hari Raya.

Tak hanya itu, kinerja fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada kuartal pertama 2025 juga belum memuaskan.

Hal tersebut terutama dilihat dari penerimaan pajakan, efisiensi belanja pemerintah yang memengaruhi ekonomi, serta penambahan utang pemerintah yang cukup signifikan.

Baca juga: Ramai soal Tumpukan Uang Baru hingga Miliaran Rupiah di Pasuruan, Ini Kata BI dan Peruri

Dampak nilai rupiah rendah ke warga umum

Masyarakat umum kemungkinan kurang peduli dengan rendahnya nilai tukar rupiah karena tidak memerlukan uang dollar AS untuk bertransaksi dalam kehidupan sehari-hari

Namun, Bhima menekankan, masyarakat umum justru menjadi pihak yang paling terdampak pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS.

“Biaya impor barang naik karena kurs melemah. Penjual akan teruskan biaya tadi ke konsumen akhir (sehingga harga barang impor meningkat),” tuturnya.

Dia mencontohkan, Indonesia mengimpor produk gandum, bawang putih, dan kedelai dalam jumlah banyak. Harga bahan-bahan pangan ini sensitif terhadap lonjakan kurs rupiah.

Jika nilai tukar rupiah terhadap dollar AS meningkat, harga jual bahan pangan pasti naik. Akibatnya, masyarakat umum akan sulit membeli bahan-bahan tersebut.

Bhima melanjutkan, pelemahan rupiah juga bisa menciptakan efek efisiensi tenaga kerja di berbagai sektor.

Misalnya, perusahaan menghadapi biaya produksi yang naik akibat kurs rupiah ke dollar AS meningkat. Beban pembayaran utang luar negeri pun semakin berat.

“Ujungnya pemutusan hubungan kerja (PHK) kalau tidak mampu bertahan,” tegas dia.

Dia menambahkan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga berdampak kepada APBN.

Saat biaya impor bahan bakar dari luar negeri meningkat, beban subsidi energi negara ikut melonjak. Risikonya, harga bahan bakar minyak dan tarif listrik bisa naik.

“Yang rugi siapa? Masyarakat biasa kalau harga kebutuhan hidup makin mahal,” tandasnya. (kompas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer