Wakil Ketua MK Saldi Isra. (dok. YouTube MK)

Jakarta – Mahasiswa UNS, Arkaan Wahyu Re A, mengajukan gugatan terkait syarat usia calon kepala daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK). Wakil Ketua MK Saldi Isra bertanya apa kerugian yang dialami Arkaan sehingga mengajukan gugatan itu.

Hal tersebut disampaikan Saldi saat memberi nasihat usai mendengarkan pembacaan permohonan perkara 88, 89, 90/PUU-XXII/2024 dalam persidangan yang digelar di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2024). Saldi bertindak sebagai ketua panel didampingi hakim MK Arief Hidayat dan Arsul Sani sebagai anggota panel.

Arkaan merupakan pemohon perkara nomor 89. Dia meminta MK mengubah Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada menjadi ‘berusia paling rendah 30 tahun untuk calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak Penetapan Pasangan Calon’.

Adapun bunyi pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada saat ini ialah:

berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota

Wakil Ketua MK Saldi Isra meminta para pemohon memperkuat penjelasan dalam kedudukan atau legal standing mereka. Dia mempertanyakan apa kerugian konstitusional yang dialami pemohon dengan berlakunya pasal tersebut.

Ini kalau dilihat dari usia misalnya, Pak Sigit ini, Pemohon Prinsipal (perkara nomor 88), itu kan usianya sekarang sudah 44 tahun. Dia tidak terhalangi menjadi calon, tidak terhalangi untuk ikut memilih. Nah kira-kira di mana kerugian hak konstitusionalnya dengan usia yang begitu?” ujar Saldi mengawali nasihatnya.

Dia juga meminta Arkaan selaku pemohon perkara nomor 89 menjelaskan apa kerugian konstitusional yang dialami dengan berlakunya pasal ini. Dia juga meminta Arkaan menjelaskan apa dampaknya jika pasal tersebut tidak diubah.

“Begitu juga dengan 89 karena yang diminta itu terhitung sejak penetapan pasangan calon. Ini kalau 89 penetapan pasangan calon, kalau yang 88 itu kan terhitung sejak pendaftaran pasangan calon. Ini kan kurang-lebih sama saja ini. Nah, penjelasannya. Apa dampaknya terhadap kerugian hak konstitusional Pemohon kalau hal ini apa namanya tidak dimaknai seperti dua makna tersebut? Nah, itu-itu yang harus dijelaskan,” ujarnya.

Saldi juga mengatakan argumentasi pemohon soal pertentangan antara pasal yang diuji dengan UUD 1945 belum terlihat. MK memberi waktu para pemohon untuk memperbaiki permohonannya.

“Belum kelihatan argumentasi, ya, di penjelasan-penjelasan itu. Mengapa misalnya Pasal 7 ayat (2) huruf e itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 kalau kemudian dia tidak ditetapkan sejak penetapan pasangan calon?” ujarnya.

Arkaan Ingin Cegah Kaesang Maju Pilgub

Sebagai informasi, Arkaan merupakan adik penggugat syarat usia capres-cawapres Almas Tsaqibbirru Re A yang gugatannya dikabulkan MA pada 2023. Gugatan Almas itu membuat syarat usia capres-cawapres berubah.

Kini, Arkaan meminta MK memberi kejelasan waktu soal penghitungan syarat usia calon kepala daerah. Dia mengaku ingin Kaesang maju di Pilwalkot Solo lewat perubahan pasal tersebut.

“Arkaan ini orang Solo asli. Beliau mengajukan ini agar Mas Kaesang mencalonkan di Kota Solo. Dia tidak bisa unjuk di Gubernur DKI maupun Jateng. Dia inginnya biar jadi wali kota dulu, sehingga jika uji materi ini dikabulkan, maka Mas Kaesang hanya bisa memenuhi syarat di Wali Kota Solo, karena ukurannya dihitung sejak penetapan,” ujar pengacaranya, Arif Sahudi, dilansir detikJateng, Senin (15/7). (haf/imk/detik).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer