Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah isu viral mengenai status tersangka artis Sandra Dewi (SD) dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan, belum ada pernyataan dari penyidik Kejagung mengenai status tersangka Sandra Dewi.
“Belum ada pernyataan resmi dari penyidik dalam penetapan tersangka yang bersangkutan, artinya sampai saat ini masih status yang bersangkutan sebagai saksi,” ujar Ketut Sumedana dalam keterangannya, Rabu 5 Juni 2024.
Ketut mengatakan, perkara terkait suami Sandra Dewiz Harvey Moeis hingga kini masih dalam proses pemberkasan.
“Masih tahap pemberkasan,” ujarnya.
Sementara itu. Pengacara Harvey dan Sandra, Harris Arthur juga mengatakan belum ada pernyataan resmi mengenai status tersangka Sandra Dewi.
Harris menjelaskan Sandra hingga kini masih berstatus sebagai saksi.
“Kalau Bu Sandra kembali saya tegaskan itu fitnah, dan Bu Sandra statusnya tetap sebagai saksi,” ujarnya.
Diketahui Sandra Dewi merupakan istri dari salah satu tersangka kasus korupsi timah. Suami Sandra, Harvey Moeis (HM) ditetapkan tersangka okeh pihak Kejaksaan Agung pada 27 Maret 2024 lalu.
Sandra juga sudah dia kali menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Kejagung.
Pihak Kejagung juga memeriksa saksi lainnya yakni Koordinator Lapangan PT Tinindo Inter Nusa berinisial PL, Sekretaris Divisi Pengamanan berinisial SMD dan Direktur PT Sariwiguna Binasentosa berinisial HRT.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujarnya.
Ketut juga jelaskan hingga saat ini pihak Kejagung telah menetapkan total 22 tersangka dalam kasus dugaan korupsi timah.
Beberapa tersangka lainnya, selain Harvey Moeis adalah Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), hingga crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim yang ditetapkan tersangka.
Para tersangka diduga mengakomodir kegiatan pertambangan liar atau ilegal di wilayah Bangka Belitung untuk mendapatkan keuntungan. (viva).