Foto: TKP kecelakaan maut mahasiswa UI di depan kios service HP di Jalan Srengseng Sawah

Jakarta – Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti kasus mahasiswa Universitas Indonesia (UI) M Hasya Attalah Syaputra (18) yang tewas kecelakaan ditetapkan sebagai tersangka. IPW menilai Hasya merupakan korban ganda atau double victim.

“IPW prihatin dengan korban mahasiswa Fisip UI semester pertama itu, dia menjadi korban ganda (double victim) setelah mati dilabel tersangka pula hanya untuk sekadar memberi rasa aman mantap pada purnawirawan Polri pangkat AKBP agar tidak dituntut,” kata Ketua IPW Sugeng saat dihubungi, Sabtu (28/1/2023).

Menurut Sugeng, pihak keluarga seharusnya mendapat hak untuk mengetahui asalan penetapan tersangka Hasya. Dia mendorong polisi melakukan gelar perkara ulang dengan mengundang keluarga korban dan kuasa hukum agar transparan.

“Keluarga korban atau kuasa hukumnya harus mendapat hak untuk tahu apa alasan menjadikan korban Hasya mengalami korban ganda tersebut. Polisi harus membuka gelar perkara dengan mengundang keluarga korban atau kuasa hukumnya. Polisi harus transparan untuk menegakkan presisi,” ujarnya.

Sugeng juga menyinggung kasus mahasiswa di Cianjur yang tewas kecelakaan ditabrak mobil yang masuk iring-iringan polisi. Dia ingin tidak hanya sopir yang dimintai pertanggungjawaban, tapi juga harus dicari tahu asal-usul mobil yang menabrak korban.

“IPW mengingatkan kasus mahasiswa unsur Cianjur agar mendapatkan keadilan. Jangan karena pelaku adalah polisi korban sulit mendapat keadilan dan jangan hanya sang sopir bernama Sugeng yang diminta pertanggungjawaban pidana, termasuk soal asal-usul mobil,” imbuhnya.

Diketahui, penyidik Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menetapkan Hasya sebagai tersangka atas kasus kecelakaan yang menewaskan dirinya.

Polisi berkesimpulan kecelakaan tersebut diakibatkan kelalaian mahasiswa UI Hasya. Sementara itu, purnawirawan polisi dianggap bukan penyebab kecelakaan tersebut.

Atas dasar kesimpulan tersebut, polisi menghentikan penyidikan kasus kecelakaan tersebut. Sebab, tersangka, dalam hal ini M Hasya, tewas dalam kecelakaan itu.

Saksikan juga Sosok minggu ini: Guru Desi, Penyelamat Anak Nelayan dari Lingkaran Prostitusi dan Kemiskinan

Kronologi Kecelakaan Versi Polisi

Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengatakan saat itu korban Hasya tengah melaju dari arah selatan menuju utara dengan kecepatan 60 km/jam. Berdasarkan keterangan saksi yang merupakan teman korban, ada sebuah kendaraan yang tiba-tiba berbelok.

Saat itu korban Hasya menghindari hal tersebut dengan menghentikan kendaraannya secara mendadak. Akibatnya, korban tergelincir dan memasuki ruas jalan lainnya

“Jadi temannya dia sendiri menerangkan, pada saat itu tiba-tiba ada kendaraan di depannya (korban) mau belok ke kanan, sehingga si korban melakukan pengereman mendadak,” kata Latif dalam jumpa pers, Jumat (27/1/2023).

Dari arah berlawanan, datang mobil Pajero dikemudikan ESBW yang disebut melaju dengan kecepatan 30 km/jam. ESBW tak bisa menghindari kecelakaan hingga mengakibatkan Hasya tertabrak.

“Nah, Pak Eko dalam waktu ini sudah tidak bisa menghindari karena sudah dekat. Jadi memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero, sehingga terjadilah kecelakaan,” tutur Latif.

Dari sketsa yang ditayangkan polisi dalam jumpa pers, TKP kecelakaan disebutkan di Jalan Srengseng Sawah, tepatnya di depan kios konter dan servis handphone.

Versi Keluarga

Keluarga Hasya juga menjelaskan kronologi kecelakaan versi mereka. Kecelakaan terjadi pada Kamis (6/10/2022) malam di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Hasya saat itu diketahui baru pulang dari kampus UI Depok hendak menuju rumah temannya.

“Alm Hasya pada malam kejadian hendak pergi ke kos salah satu temannya. Dalam perjalanan, tiba-tiba sebuah motor di depannya melaju lambat,” ujar tim kuasa hukum keluarga korban, Gita Paulina, dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat (27/1).

Secara refleks, Hasya menghindar, kemudian mengerem mendadak. Motor Hasya kemudian terjatuh ke sisi kanan.

“Tidak lama setelah terjatuh, dari arah berlawanan, sebuah mobil SUV yang dikemudikan oleh seorang pensiunan aparat penegak hukum (terduga pelaku) pun melintas dan melindas Hasya,” imbuh dia.

Gita menambahkan, setelah kecelakaan tersebut, Hasya kemudian dibawa ke rumah sakit. Gita mengatakan ESBW sempat diminta membantu membawa Hasya tapi menolak.

“Tidak lama setelah kejadian, salah satu orang yang berada di TKP mendatangi terduga pelaku pelindasan dan meminta agar terduga pelaku membantunya untuk membawa Hasya ke rumah sakit, namun terduga pelaku menolaknya, sehingga Hasya tidak bisa cepat dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan,” paparnya.

Setiba di rumah sakit, Hasya dinyatakan meninggal dunia. Keluarga kemudian melakukan visum, tapi pihak rumah sakit tak memberi bukti pembayaran.

“Tidak lama setelah Hasya tiba di RS, Hasya dinyatakan meninggal dunia. Orang tua Hasya kemudian membawa Hasya ke RS lain untuk dilakukan visum dan membayar sebesar hampir Rp 3 juta,” papar Gita.

“Namun pihak rumah sakit tidak mau memberi kuitansi atas pembayaran biaya visum tersebut. Hingga hari ini, hasil visum juga tidak diberikan ke keluarga, meski visum dilaksanakan atas permintaan keluarga,” jelas dia.

Wartawan detikcom sudah berupaya menghubungi Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes M Latif, tapi hingga berita ini dimuat belum ada respons terkait double victim.

Saksikan juga Sosok minggu ini: Guru Desi, Penyelamat Anak Nelayan dari Lingkaran Prostitusi dan Kemiskinan

Kompolnas Bakal Klarifikasi Polda Metro soal Kecelakaan Maut Mahasiswa UI

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) akan mengklarifikasi Polda Metro Jaya terkait kasus kecelakaan Mahasiswa UI, M Hasya Attalah Syaputra (18) dengan purnawirawan polisi ESBW. Kompolnas memandang kasus ini menjadi perhatian publik lantaran almarhum M Hasya ditetapkan sebagai tersangka.

“Kasus ini menjadi perhatian publik sejak awal terjadinya kasus hingga kemarin diumumkan SP3. Kompolnas akan melakukan klarifikasi ke Polda Metro Jaya terkait kasus ini,” kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada wartawan, Sabtu (28/1/2023).

“Kami ingin mendapatkan paparan yang detil tentang proses penyelidikan dan penyidikan, apakah sudah dilakukan secara profesional dan mandiri dengan didukung saksi-saksi, bukti-bukti, serta dilakukan secara scientific criminal investigation atau tidak,” tambahnya.

Poengky mengatakan publik menduga adanya keberpihakan pada kasus ini. Lantaran, penabrak merupakan purnawirawan polisi.

“Hal ini memunculkan tanda tanya keluarga korban dan masyarakat, apalagi orang yang menabrak adalah purnawirawan Polri, sehingga memunculkan dugaan keberpihakan,” katanya.

Selain itu, Kompolnas juga akan menanyakan soal pernyataan keluarga M Hasya, di mana ESBW disebut melakukan pembiaran saat kecelakaan. Saat itu, ESBW disebut tidak bersedia membawa M Hasya ke rumah sakit.

“Lebih lanjut, kami juga akan mengklarifikasi kepada Polda Metro, apakah keluarga korban benar melaporkan AKBP Purn ESBW atas dugaan melakukan pembiaran? Mengingat ada komplain orang tua almarhum bahwa AKBP Purn. ESBW membiarkan korban dan tidak bersedia membawa ke RS, serta pernyataan keluarga yg akan melaporkan,” ujarnya.

“Jika misalnya keluarga sudah melaporkan, apa tindak lanjut Kepolisian? Surat klarifikasi tersebut akan kami buat dan kirimkan segera,” sambungnya.

Keluarga Kecewa

Pihak keluarga kecewa atas penetapan tersangka mahasiswa Universitas Indonesia (UI), M Hasya Attalah Syaputra (18), korban tewas dalam kecelakaan yang melibatkan purnawirawan polisi berinisial ESBW. Ira, Ibunda Hasya ingin proses berjalan transparan.

“Kecewa, sudah pasti. Marah, mau marah sama siapa,” kata Ira.

Ira ingin kasus yang melibatkan anaknya berjalan transparan. Dia ingin mengetahui siapa tersangka sebenarnya.

“Kami cuman ingin prosesnya berjalan transparan. Jikalau proses harus dimulai dari awal kita siap. Asalkan transparan dan semuanya terlihat jelas jadi kami tahu siapa tersangka itu,” jelas dia.

Ira siap menggugat penetapan tersangka Hasya ke pengadilan. Dirinya mengaku siap dengan semua keputusannya nanti.

“Kalau harus dibuktikan di pengadilan, ayo dibuktikan di pengadilan. Apapun keputusannya di pengadilan,” kata Ira. (*)

Sumber: Detikcom

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer