Jakarta – Kasus Soimah didatangi petugas pajak heboh di jagat maya. Berdasarkan pengakuannya di kanal YouTube, petugas pajak datang membawa ‘debt collector’ dan melakukan pengukuran pendoponya yang belum jadi.
Ia mengatakan waktu pengukuran pun cukup lama, yakni pukul 10 pagi hingga pukul 5 sore. Berdasarkan penilaian petugas pajak saat itu, pendoponya ditaksir dengan nilai wajar Rp 50 miliar.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo menjabarkan alasan pengukuran pendopo yang dibangun Soimah.
Menurut dia, itu adalah kegiatan normal yang didasarkan pada surat tugas dan jelas. Membangun rumah tanpa kontraktor dengan luas di atas 200 meter persegi, terutang PPN 2% dari total pengeluaran. Lagipula, nilai wajar yang ditetapkan pada akhirnya bukan Rp 50 miliar.
“Undang-undang mengatur ini justru untuk memenuhi rasa keadilan dengan konstruksi yang terutang PPN. Petugas pajak bahkan melibatkan penilai profesional agar tak semena-mena. Maka kerjanya pun detail dan lama, tak asal-asalan,” jelas Yustinus, dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (8/4/2023).
“Hasilnya, nilai bangunan ditaksir Rp 4,7 M, bukan Rp 50 M seperti diklaim Soimah. Dalam laporannya sendiri Soimah menyatakan pendopo itu nilainya Rp 5 M,” kata Yustinus lagi.
Dari fakta yang didapatkan Yustinus itu, bahkan rekomendasi pajak tersebut belum dilakukan tindak lanjut oleh petugas pajak. Artinya Soimah memiliki PPN terutang 2% dari Rp 4,7 miliar, yang sama sekali belum dibayar dan ditagihkan oleh KPP. “Memang belum ada tagihan kok. Jadi beliau juga belum tahu,” tuturnya.
Soimah pun, kata Yustinus, tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tidak ada utang pajak. Kantor Pajak menurut undang-undang sudah punya debt collector, yaitu Juru Sita Pajak Negara (JSPN).
Ia mengatakan, bagi JSPN, tak sulit menagih tunggakan pajak tanpa harus marah-marah. Yustinus bilang, JPSN bisa menerbitkan Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, memblokir rekening, lalu melelang aset atau memindahkan saldo rekening wajib pajak ke kas negara.
Terkahir, terkait cerita Soimah yang diminta segera lapor SPT Pajak baru-baru ini, menurut Yustinus, berdasarsarkan rekaman percakapan Soimah dengan petugas pajak via aplikasi percakapan WhatsApp, petugas pajak justru menawarkan bantuan kepada Soimah yang belum melapor SPT.
“Duh…saya malah kagum dengan kesabaran dan kesantunan pegawai KPP Bantul ini. Ia hanya mengingatkan bahkan menawarkan bantuan jika Soimah kesulitan. Ternyata itu dianggap memperlakukan seperti maling, bajingan, atau koruptor.” jelas Yustinus.
Hingga saat ini pun, kata Yustinus, meskipun Soimah belum melaporkan SPT Pajak Tahunannya, KPP Bantul, Yogyakarta juga tak lantas memberikan teguran. “Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi.” tuturnya.
Sebelumnya, di channel YouTube Blakasuta, Soimah membeberkan perlakukan petugas pajak yang menurut dia tak mengenakkan.
“Pendopo belum jadi, udah dikelilingi sama orang pajak. Didatangi, diukur jendela, jadi jam 10 pagi sampai jam 5 sore, ngukuri pendopo. Direkam, difotoin, saya simpan fotonya siapa yang ngukur, masih ada fotonya saya simpan,” ujar Soimah, dikutip dari potongan videonya.
“Ini tuh orang pajak atau tukang toh? Kok ngukur jam 10 pagi sampai jam 5 sore arep ngopo (mau ngapain). Akhirnya pendopo itu di appraisal hampir Rp 50 miliar, padahal saya yang bikin aja itu belum tahu total habisnya berapa, orang belum rampung total,” lanjutnya. (cnbc)
Mafia” Gayus trz bergentayangan