Jumpa pers penetapan tersangka adik Jusuf Kalla, Halim Kalla oleh Kortas Tipidkor di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025). (KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA)

Jakarta – Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri menetapkan pengusaha Halim Kalla (HK) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (Kalbar) di Kabupaten Mempawah, Kalbar.

Diketahui, Halim Kalla adalah adik dari Wapres ke-10 dan 12 Jusuf Kalla (JK), Halim Kalla (HK). Selain Halim Kalla, polisi juga menetapkan Dirut PLN periode 2008-2009 Fahmi Mochtar (FM) sebagai tersangka.

“3 Oktober kita tetapkan tersangka melalui mekanisme gelar terhadap tersangka FM (Fahmi Mochtar), yang bersangkutan dia sebagai Direktur PLN saat itu,” ujar Kakortastipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (6/10/2025).

“Dari pihak swasta ada HK (Halim Kalla), tersangka RR, dan juga pihak lainnya (HYL). Kalau nanti di proses penyidikan akan berkembang,” sambungnya.

Keempatnya disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

Kronologi kasus

Cahyono memaparkan, dugaan tindak pidana korupsi pembangunan PLTU 1 Kalbar 2×50 megawatt ini terjadi dalam rentang tahun 2008-2018.

Dia menyebut, modus operasi terjadinya tindak pidana korupsi bermula dari awal perencanaan pembangunan.

“Ini sudah terjadi korespondensi, artinya ada pemufakatan dalam rangka memenangkan pelaksanaan pekerjaan. Setelah dilakukan kontrak kemudian ada pengaturan-pengaturan sehingga ini terjadi keterlambatan yang akibatkan sampai dengan 2018, itu sejak tahun 2008-2018 dianggurin terus,” jelas Cahyono.

Akibat dari pekerjaan itu, kata Cahyono, pembangunan PLTU 1 Kalbar mangkrak.

Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) pun telah menyatakan total loss dari proyek PLTU 1 Kalbar.

“Kerugian uang negara ini sekitar 64.410.523 USD. Dan Rp 323.199.898.518 miliar,” katanya.

Dalam kasus ini, polisi belum menahan para tersangka. (kompas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang Kami | Pedoman Media Ciber | Disclaimer