Jakarta – Panggung politik geger. Tiba-tiba saja, muncul kabar bakal calon presiden (capres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan, menggandeng Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres).
Padahal, Anies dan Muhaimin berada di poros politik berbeda. Anies dicapreskan oleh Nasdem dan didukung oleh Partai Demokrat serta Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sementara, setahun belakangan, PKB berkoalisi dengan Gerindra mendukung pencapresan Prabowo Subianto. Belakangan, Prabowo mendapat amunisi dukungan tambahan dari Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional.
Kabar bersatunya Anies dan Muhaimin ini seketika menyulut amarah Demokrat. Di sisi lain, Anies dan Muhaimin belum angkat bicara.
Diungkap Demokrat
Kabar duet Anies-Muhaimin pertama kali diungkap oleh Partai Demokrat. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Demokrat Teuku Riefky Harsya mengatakan, nama Muhaimin ditunjuk langsung oleh Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.
Katanya, keputusan itu diambil secara sepihak oleh Surya Paloh setelah ia bertemu dengan Muhaimin di markas Nasdem di Menteng, Jakarta, Selasa (29/8/2023).
“Secara sepihak Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh tiba-tiba menetapkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapres Anies tanpa sepengetahuan Partai Demokrat dan PKS,” ujar Riefky dalam keterangannya, Kamis (31/8/2023) sore.
Usai pertemuan itu, lanjut Riefky, Surya langsung memanggil Anies untuk menyampaikan keputusan tersebut. Ternyata, Anies setuju dirinya berpasangan dengan Muhaimin pada pemilu presiden (pilpres) mendatang.
“Bahwa Anies telah menyetujui kerja sama politik Partai Nasdem dan PKB untuk mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Persetujuan ini dilakukan secara sepihak atas inisiatif Ketum Nasdem, Surya Paloh,” ucap Riefky.
Namun demikian, keputusan itu tak langsung disampaikan Anies ke Demokrat dan PKS, dua partai yang mendukungnya sebagai bakal capres. Anies justru mengutus juru bicaranya, Sudirman Said, untuk bicara ke kedua partai, sehari setelahnya atau Rabu (30/8/2023),
Demokrat pun mengaku dipaksa menerima keputusan itu. Partai bintang mercy tersebut menilai, penunjukan Muhaimin sebagai cawapres merupakan bentuk pengkhianatan Nasdem dan Anies atas piagam pembentukan Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
Dalam piagam itu disebutkan, Nasdem, Demokrat, dan PKS sepakat untuk berkoalisi dan memberikan mandat pada Anies untuk menentukan bakal cawapres sendiri.
Riefky bahkan mengeklaim, pada 14 Juni 2023 lalu, Anies sebenarnya sudah menunjuk Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai pendampingnya untuk Pilpres 2024. Namun, tiba-tiba saja situasi berubah drastis.
“Pengkhianatan terhadap apa yang telah disampaikan sendiri oleh capres Anies Baswedan yang telah diberikan mandat untuk memimpin Koalisi Perubahan,” ucap Riefky.
Muhaimin Bungkam
Kompas.com mencoba menemui Muhaimin di kediamannya di Jalan Widya Chandra 4 Nomor 23, Jakarta Selatan, Kamis (31/8/2023) malam. Namun, saat dikonfirmasi terkait kabar ini, Muhaimin bungkam.
Wakil Ketua DPR RI itu keluar dari rumah mengenakan kopiah dan baju koko berwarna putih. Ia bergegas menaiki mobil Honda Odyssey berwarna hitam dengan pelat B 2919 TRM.
Ketika disapa oleh awak media, pria yang biasa disapa Cak Imin tersebut sempat membuka jendela, sebelum mobil yang membawanya tancap gas. Tak diketahui ke mana Muhaimin pergi.
Atas tudingan Demokrat itu, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bilang, Muhaimin belum resmi menjadi bakal cawapres Anies. Namun, ia tak menampik kemungkinan itu bisa terjadi.
“Kemungkinan ke arah itu bisa saja terjadi. Tapi saya pikir itu belum terformalkan sedemikian rupa sampai menit ini. Kita tunggu perkembangan 1-2 hari ini,” ujar Surya di Nasdem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Namun demikian, Surya membantah tudingan Demokrat yang menyebut dirinya mengambil keputusan sepihak soal wacana duet Anies-Muhaimin.
“Kalau persetujuan dalam arti kata mengangguk-angguk saja itu kan belum tuntas sepenuhnya,” tutur dia.
Surya pun mengaku tak ingin Demokrat hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Namun, dia juga bakal menghormati sikap Demokrat seandainya ke depan memilih jalan berbeda.
“Saya hormati, apalagi yang harus saya katakan? Kalian lihat, model saya ini kira-kira ada bakat sebagai pengkhianat atau tidak?” imbuh dia.
Sementara, Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri mengatakan, pihaknya masih menunggu pernyataan resmi dari Anies atas kabar tersebut. Hingga kini, PKS belum mengambil sikap.
“Nanti nunggu konferensi pers Pak Anies dulu. Kalau Pak Anies sudah selesai konpers, baru kita komentari. Selama dia belum bicara, kita tahan,” ujar Mabruri dihubungi awak media, Kamis (31/8/2023) malam.
Safari Anies
Pada hari yang sama, Kamis (31/8/2023), Anies ternyata sowan ke ibunda dari Muhaimin, Muhassonah Hasbullah, di Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Anies berkunjung ke kediaman ibunda Muhaimin bersama Istrinya, Ferry Farhati.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku datang untuk bersilaturahmi dan meminta doa kepada Muhassonah. Agenda silaturahmi tersebut melengkapi safari politik Anies di Jombang.
“Kami Alhamdulillah bersyukur sekali bisa sampai di sini,” kata Anies.
Tak hanya mengunjungi kediaman ibunda Muhaimin, Anies juga bertolak ke Pondok Pesantren Tebuireng, pesantren yang didirikan oleh pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari.
Peluang Anies-Imin
Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi, menilai, jika benar Anies dan Muhaimin berduet pada Pilpres 2024, ini bakal mengakhiri kerja sama dua poros politik sekaligus, yakni Nasdem-Demokrat-PKS dan PKB-Gerindra-Golkar-PAN.
Menurut Ari, wajar jika manuver ini membuat banyak pihak terkejut. Pasalnya, selama ini, sosok Muhaimin tak pernah masuk dalam bursa cawapres Anies.
Dari sejumlah nama, AHY yang santer digadang-gadang jadi pendamping mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu.
“Ibarat jelang ijab kabul pernikahan politik, tiba-tiba pengantin prianya yang bernama Anies Baswedan kabur dan tidak bertanggung jawab meninggalkan pengantin wanita yang saya ibaratkan sebagai AHY,” kata Ari kepada Kompas.com, Jumat (31/8/2023).
“Demokrat yang menjadi wali AHY pantas marah, kecewa dan merasa dikhianati oleh Anies dan walinya yang bernama Nasdem. Tidak hanya dikhianati, AHY juga ‘dibuang’ oleh Anies,” tuturnya.
Buat Demokrat, keputusan sepihak Surya Paloh menduetkan Anies-Muhaimin ibarat tusukan bertubi-tubi. Atas situasi ini, menurut Ari, sangat kecil peluang Demokrat tetap berkoalisi bersama Nasdem.
Oleh karenanya, partai pimpinan AHY itu diprediksi segera merapat ke koalisi lainnya. Ari menilai, terbuka peluang Demokrat bergabung ke koalisi PDI Perjuangan yang mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai capres. Apalagi, hubungan Demokrat dan PDI-P sempat mesra beberapa waktu lalu.
“Daripada berkoalisi dengan Nasdem dan PKB tapi dikhianati, lebih baik bersatu memenangkan Ganjar. Andaikan Ganjar terpilih sebagai presiden, AHY adalah kandidat menteri yang potensial,” ujar Ari.
Terkait keputusan Nasdem memasangkan Anies dengan Imin, Ari menduga, tujuannya untuk memperluas suara pemilih di Jawa Timur, khususnya dari kelompok Nahdlatul Ulama (NU), yang dikuasai oleh PKB.
Namun demikian, menduetkan Anies dengan Muhaimin dinilai tak akan memberikan banyak keuntungan elektoral. Sebab, elektabilitas Imin berada di papan bawah, di kisaran satu persen.
“Tidak ada nilai elektoral yang akan diambil Anies jika berpasangan dengan Cak Imin selain berharap ‘berkah’ dari kendaraan politik yang bernama PKB,” katanya.
Menurut Ari, duet Anies-Muhaimin justru semakin memperbesar peluang kemenangan dua bakal capres lain, yakni Prabowo Subianto yang diusung Partai Gerindra, dan Ganjar Pranowo yang dijagokan PDI-P.
“Munculnya duet Anies-Cak Imin semakin menguatkan rivalitas antara Prabowo dan Ganjar,” tutur dosen Universitas Indonesia (UI) itu. (kompas)