Jakarta – Menko Polhukam Mahfud Md menjelaskan, proses pengusutan kasus dugaan pencucian uang Rp 349 triliun masih terus berjalan. Mahfud mengatakan Satgas TPPU bakal mengusut pihak pemberi diskresi di kasus pencucian uang tersebut.
“Yang sering menjadi tempat sembunyi ini dibilang ada diskresi untuk tidak dilanjutkan. Nah, ini yang akan kami cek, siapa yang memberi diskresi dan apa alasannya,” kata Mahfud Md kepada wartawan di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Senin (11/9/2023).
Mahfud mengatakan Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juga merekomendasikan dugaan pencucian uang di kasus impor emas batangan senilai Rp 189 triliun agar diusut oleh Bareskrim Polri. Namun dia mengatakan hal itu akan menunggu pertemuan Bareskrim Polri dan Bea Cukai.
“Nah, saudara yang menjadi perhatian di dalam proses panjang itu di publik adalah masalah surat No 205 yang menyangkut dugaan pencucian uang Rp 189 T. Ini direkomendasikan untuk diusut melalui Bareskrim Mabes Polri setelah nanti Bareskrim akan diundang untuk satgas instansi terkait dan ada paparan dulu ke mana arahnya, mengapa masalahnya dan seterusnya dan seterusnya,” ujarnya.
Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo meminta Bea Cukai membagikan data yang dimiliki terkait kasus Rp 189 triliun ke Bareskrim Polri. Dia mengatakan Satgas TPPU akan memfasilitasi pertemuan Bareskrim dan Bea Cukai tersebut.
“Pertama, Satgas mengharapkan ini bisa diungkap teman-teman Bea dan Cukai, tetapi di dalam perkembangan dan beberapa kali pertemuan rapat, tidak banyak hal yang bisa diungkap, karena teman-teman Bea Cukai, alat buktinya menurut teman-teman Bea Cukai agak sulit kalau hanya disasar dari tindak pidana asalnya,” kata Sugeng.
“Nah karena melihat peluang untuk dilakukan tagihan pajak, kami minta Pajak masuk dan perkembangan pajak sangat signifikan kemudian kami minta Bareskrim untuk masuk karena apa? Karena ada dugaan illegal mining-nya untuk itulah kami mengharapkan setelah ini dilakukan ekspose dan menjadi keputusan, Pak Menko setuju ini sharing dengan penyelesaiannya dengan Bareskrim, maka data yang ada di Bea Cukai saya minta dibagi kepada teman-teman Bareskrim untuk mempercepat penyelesaiannya,” imbuhnya.
Sebagai informasi, kasus Rp 189 triliun ini merupakan bagian dari 300 laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) janggal di Kementerian Keuangan yang senilai Rp 349 triliun. Di mana kasus transaksi janggal di Kemenkeu itulah yang menjadi asal-muasal Satgas TPPU dibentuk.
18 Kasus Prioritas
Sebelumnya, Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo mengungkap ada 18 kasus prioritas yang saat ini tengah dituntaskan dalam pengusutan dugaan pencucian uang Rp 349 triliun. Nilai dari 18 kasus prioritas itu mencapai Rp 281,6 triliun.
“Saya jelaskan kenapa memilih skala prioritas terhadap beberapa hal yang saya sampaikan. Di Kemenkeu, ada 10 (kasus prioritas), di APH 8 (kasus prioritas). Jadi ada 18. Jadi kita pilih indikator salah satu yang transaksi agregatnya sangat besar, contohnya dari 18 LHP-LHA dan info yang kami tetapkan skala prioritas nilainya sudah mencapai Rp 281,6 triliun, transaksi mencurigakan, maka artinya dari Rp 349 triliun, persentasenya sudah mencapai sekitar 80 persen,” kata Sugeng dalam jumpa pers update Satgas TPPU Rp 349 T melalui Zoom, Kamis (8/6).
Sugeng mengatakan angka itu sangat signifikan meski hanya 18 kasus prioritas dari 300 LHA dan LHP yang dikirim oleh PPATK. Lalu bagaimana dengan kasus prioritas senilai Rp 189 triliun?
“Dari penjelasan yang disampaikan Pokja 1 di antaranya dari 4 skala prioritas, 1 masih tahap penyelidikan, yaitu nilai transaksi yang nilainya Rp 189 triliun. Jadi, sekali lagi, untuk satu surat yang telah dilakukan tahap penyelidikan dan ini belum selesai, nilainya Rp 189 triliun,” ucapnya. (jbr/jbr/detik)