
Grobogan – Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Geyer, Sukatno, akhirnya angkat bicara terkait meninggalnya siswa kelas VII, Angga Bagus Perwira (12), yang diduga menjadi korban perundungan atau bullying di lingkungan sekolah.
Melalui pesan singkat kepada Kompas.com pada Minggu (12/10/2025), Sukatno menyampaikan bahwa penanganan kasus tersebut telah diserahkan kepada aparat penegak hukum.
“Maaf baru balas. Permasalahan di sekolah sudah ditangani oleh pihak berwajib Polres Grobogan,” kata Sukatno.
Sebelumnya, Angga ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di ruang kelas VII G pada Sabtu (11/10/2025) sekitar pukul 11.00 WIB.
Berdasarkan keterangan temannya APR (12), Angga sempat terlibat dua kali perkelahian dengan rekan sekelasnya di hari yang sama sebelum akhirnya mengalami kejang-kejang dan meninggal dunia.
“Awal mulanya Angga diejek teman-temannya, lalu Angga tidak terima dan berkelahi. Angga dipukuli kepalanya dan kemudian berhenti. Itu saat jam ketiga, tapi belum ada guru,” ungkap APR (12), teman seangkatan Angga, saat ditemui di rumah duka pada Minggu pagi.
“Kamu beraninya sama siapa? Lalu Angga berkelahi dengan AD hingga kepala Angga kena pukul berkali-kali. Dia kejang-kejang dan dibawa ke UKS tapi meninggal. Saat itu jam pelajaran tapi guru belum datang,” ujar APR menambahkan.
Respons keluarga
Kabar kematian Angga mengejutkan banyak pihak, termasuk keluarganya.
Kedua orangtuanya, Sawendra dan Ike Purwitasari, yang berdomisili di Cianjur, Jawa Barat, langsung pulang ke Grobogan dan tiba ketika jenazah Angga sudah tidak bernyawa.
Jenazah Angga dimakamkan di pemakaman umum Desa Ledokdawan, Kecamatan Geyer, Minggu pagi sekitar pukul 09.00 WIB, disaksikan oleh warga dan para pelayat.
Paman korban, Suwarlan (45), mengungkapkan bahwa keluarga mendapat kabar kematian Angga dari pihak sekolah pada Sabtu siang.
“Kata teman-teman sekolahnya, diduga korban bullying. Saat itu kejang-kejang dan mau dibawa ke UKS tapi sudah meninggal dunia,” ujar Suwarlan.
Jenazah Angga sempat dibawa ke puskesmas terdekat dan kemudian dirujuk ke RSUD Dr. R. Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi, untuk dilakukan otopsi.
“Permintaan kami supaya diotopsi kepolisian, biar jelas penyebab kematiannya. Perut dan dadanya menghitam,” jelas Suwarlan.
Sementara itu, kakek korban, Pujiyo (50), menuturkan bahwa cucunya sering mengeluh soal perundungan yang dialaminya di sekolah. Bahkan, sempat enggan masuk sekolah karena mengalami kekerasan secara verbal maupun fisik.
“Pernah sakit juga di kepala karena dipukuli dan tidak masuk sekolah. Kami akhirnya datangi sekolah dan melaporkannya. ABP pun kemudian mau masuk sekolah meski tetap dihina dan dianiaya. Dia itu anak penurut dan enggak aneh-aneh. Hobinya sepak bola,” kata Pujiyo.
“Harusnya diawasi, kan udah kejadian. Kasihan mas, anaknya pendiam. Orangtuanya kalau pulang hanya pas Lebaran,” tambahnya sambil menangis.
Keluarga juga menerima informasi simpang siur, termasuk dugaan bahwa Angga sempat dijatuhkan dari tangga sebelum meninggal.
Untuk itu, mereka menuntut agar penyebab kematian Angga diusut tuntas melalui otopsi oleh kepolisian.
“Kami melihat jenazah ABP di Puskesmas sebelum dilarikan ke RSUD Dr. R. Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi untuk diotopsi atas permintaan kami. Info yang kami terima, dia di-bully, sampai kejang-kejang dan meninggal di ruang kelas,” tegas Pujiyo.
Anggota DPR: Pelanggaran Serius
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani menyebut, kasus tewasnya siswa SMP Negeri 1 Geyer, Grobogan, Jawa Tengah, Angga Bagus Perwira (12), akibat bullying merupakan pelanggaran serius.
Lalu mengatakan, sebagai mitra kerja pemerintah di bidang pendidikan, pihaknya benar-benar memperhatikan kasus kematian Angga.
“Setiap bentuk kekerasan di lingkungan pendidikan, baik fisik, verbal, maupun psikis, apalagi hingga menimbulkan kematian, merupakan pelanggaran serius terhadap hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang aman, nyaman, dan bermartabat,” kata Lalu, saat dihubungi Kompas.com, pada Senin (13/10/2025).
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan, pihaknya tegas menolak semua bentuk kekerasan di dunia pendidikan.
Komisi X juga mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk melakukan investigasi kasus kematian Angga.
Hal itu sesuai dengan perintah Peraturan Menteri Pendidikan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Permen itu mengharuskan setiap instansi pendidikan menindak kasus kekerasan di lingkungan sekolah.
“Regulasi ini mewajibkan setiap satuan pendidikan dan pemerintah daerah menindaklanjuti kasus kekerasan secara cepat, transparan, dan berpihak pada korban,” ujar Lalu.
Lalu menyatakan, Komisi X akan mengawal kasus tersebut dan mengingatkan kepala sekolah, guru, serta orangtua dalam membangun budaya sekolah yang inklusif.
“Menjunjung tinggi etika pendidikan,” kata Lalu. (kompas)