Jakarta – Mendagri Tito Karnavian mengakui adanya wacana untuk mempercepat pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Wacana itu, kata Tito, datang dari kalangan akademisi dan DPR RI.
“Itu kan ada ide dari kalangan akademisi maupun dari DPR, teman-teman DPR,” kata Tito di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2023).
Tito menjelaskan filosofi lahirnya UU Nomor 10 Tahun 2016 adalah keserempakan antara pusat dengan daerah. Karena itu, Pemilihan Umum pun dilaksanakan secara serentak.
“Memang salah satu filosofi daripada lahirnya UU nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada itu adalah keserempakan antara pemerintahan pusat, kemudian tingkat i dan tingkat ii. Makanya di tahun yang sama dilaksanakan election ya, Pileg, Pilpres 14 Februari. Ronde keduanya kalau ada di bulan Juni. Terpilih dilantik 20 Oktober. Saya ulangi, DPR di 1 Oktober,” tuturnya.
Hal itu, kata Tito, membuat kalangan DPR dan akademisi mempertanyakan pelaksanaan Pilkada 2024 pada 27 November. Sebab, sengketa pilkada biasanya berlangsung selama tiga bulan. Padahal masa jabatan seluruh kepala daerah hasil Pilkada 2020 habis pada 31 Desember. Tito mengatakan menurut kalangan DPR dan akademisi hal itu membuat pemerintahan menjadi tidak efektif.
“Tanggal 31 Desember, berdasar UU Pilkada, 2024 itu seluruh kepala daerah hasil pilkada 2020 itu harus berakhir, 31 Desember. Artinya satu Januari Pj. Akan jadi hampir semua kepala daerah itu nantinya 1 Januari 2025 itu Pj semua. Ini nggak efektif untuk pemerintahan,” tutur dia.
“Dan kemudian kalau 27 November, perlu tiga bulan untuk sengketa pemilu dan lain-lain berarti lebih kurang bulan April, Februari, Maret 2025 itu ada pelantikan. Cukup jauh dengan pelantikan Presiden 20 Oktober,” imbuh Tito.
Karena itu, kata Tito, muncul ide pelaksanaan pelantikan serentak, bukan pemungutan serentak. Kalangan DPR dan akademisi disebutnya menilai untuk lebih baik Pilkada dimundurkan di bulan September.
“Maka timbul ide jangan hanya pemungutan serentak, tapi pelantikan serentak. Pelantikan serentak lebih baik di tanggal 1 Januari 2025 karena 31 Desember 2024 yang definitif hasil Pilkada 2020 akan habis sesuai UU Pasal 201 ayat 7. Daripada mengisi dengan Pj lagi, banyak sekali, 270, kemudian pelantikannya nanti jauh sekali dengan Presiden, ada ide untuk memajukan Pilkadanya 3 bulan kira-kira. Kalau pelantikannya 1 Januari 2025, 31 Desember sudah definitif, sudah selesai habis daripada pj, lebih baik definitif sekalian 1 Januari. Ditarik mundur ke belakang. Itu lebih kurang bulan September,” beber Tito.
Kendati demikian, Tito menegaskan ide mempercepat Pilkada Serentak itu baru wacana. Dia pun melempar bola wacana itu kembali ke DPR.
“Itu baru wacana. Silakan saja teman-teman DPR menilai. Kalau memang sudah siap pendapat seperti apa ya kami siap untuk diundang menyampaikan pendapat,” pungkas dia.
Jokowi Pertanyakan Urgensi
Presiden Jokowi juga telah angkat bicara soal isu Pilkada Serentak 2024 akan dimajukan dari November 2024 jadi September 2024 melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Jokowi pun mempertanyakan urgensi mempercepat Pilkada.
“Belum sampai ke situ kok saya. Urgensinya apa, alasannya apa, semuanya perlu dipertimbangkan secara mendalam,” kata Jokowi di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (31/8/2023).
Jokowi mengatakan wacana tersebut harus dipertimbangkan secara matang. Dia mengatakan kajian soal pelaksanaan Pilkada Serentak saat ini masih dilakukan di Kemendagri.
“Saya kira semua itu masih kajian di Kemendagri dan saya belum tahu mengenai itu,” ujarnya. (mae/knv/detik)