Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy yakin bahwa warga Kabupaten Puncak, Papua Tengah, meninggal dunia karena kelaparan.
Diketahui, terjadi perbedaan pendapat mengenai penyebab meninggalnya keenam warga Papua Tengah usai bencana kekeringan dan gagal panen terjadi di wilayah itu. Beberapa pihak menyebut penyebabnya adalah diare.
Namun, menurut Muhadjir, diare disebabkan mereka terpaksa memakan umbi-umbian busuk karena kelaparan dan tidak ada lagi yang bisa dimakan.
“Pertengahan Juli ada hujan es, nanti kemudian ada kabut es. Kabut es enggak tahu karakternya apa, itu yang bikin umbi-umbian busuk. Makanan pokok mereka itu umbi, bukan padi,” kata Muhadjir saat ditemui di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Rabu (9/8/2023).
“Itu kalau dipaksa dimakan, terus jadi diare sampai meninggal. Makanya, benar meninggalnya memang diare, kan enggak ada visum dokter meninggal kelaparan. Ya diarenya itu karena kelaparan, gitu lho,” imbuh Muhadjir.
Muhadjir menuturkan, diare disebabkan oleh bakteri yang ikut termakan dari umbi-umbian busuk tersebut.
Bahkan, ia mengaku sempat marah karena penyebab meninggalnya warga Papua disebut-sebut akibat dari diare.
“Saya agak marah kemarin di sana. Dipelintir masak ada yang bilang ini bukan karena kelaparan, matinya itu karena diare. Iya, tapi diare itu karena lapar. Sebabnya diare karena ada bakteri yang mematikan itu,” jelas dia.
Lebih lanjut, Muhadjir menyatakan telah meminta Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mengkaji jenis umbi-umbian apa yang lebih tahan terhadap cuaca dingin.
Tujuannya agar masyarakat Papua tetap memiliki makanan saat cuaca dingin ekstrem menyerang.
“Kalau bisa diganti ada umbi-umbian yang bisa tahan pada musim yang sangat ekstrem itu. Mungkin agak bisa menyelesaikan masalah,” jelas Muhadjir.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, meninggalnya enam warga Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, bukan disebabkan kelaparan.
Menurut Syahrul, enam warga tersebut meninggal setelah muntah-muntah dan diare.
“Saya habis dua hari terakhir ini ngecek banget apa itu kelaparan (yang) membuat dia meninggal. Kok kalau meninggal kelaparan kok cuma satu keluarga? Jadi (kalau) kelaparan itu bersifat masif,” ujar Syahrul di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (2/8/2023).
“Oleh karena itu, yang ada menurut laporan dari Sekretaris Wilayah Daerah dan Kepala Dinas setempat bukan kelaparan, diare,” ujar dia.
Syahrul lantas menuturkan, meninggalnya para warga diawali dengan muntah-muntah.
Pada siang hari, para warga menderita muntah 10 hingga 20 kali.
“Malamnya dia diare. Dehidrasi. Itu yang saya tahu,” kata dia.
“Jadi ini menurut saya, tapi mari teman-teman mengecek. Bukan karena kelaparan, tapi karena muntaber,” ujar Syahrul. (kompas)