Jakarta – Data total transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebanyak Rp 300 triliun sejak 2009-2023 mencuri perhatian publik. Sebab data ini simpang siur karena beda respons dari yang mulanya disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Mahfud Md mulanya menyampaikan informasi ini saat tengah berada di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Rabu (8/3/2023). Sementara itu, Sri Mulyani baru memberi respons keesokan harinya di Solo, Jawa Tengah.
Kendati begitu, keduanya kemarin, Sabtu, (11/3/2023) sudah bertemu dan saling memberiakan keterangan pers di Lobi Kementerian Keuanga. Berikut ini fakta-fakta temuan Rp 300 triliun transaksi mencurigakan yang ada di Kementerian Keuangan.
Mahfud Md Sebut Transaksi Mencurigakan Paling Banyak di Ditjen Pajak dan Bea Cukai
Mahfud, selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU), mengaku baru mendapat informasi total transaksi mencurgikan di Kemenkeu sebanyak Rp 300 triliun pada Rabu pekan lalu.
Transaksi gelap yang ia sebut sebagai laporan pergerakan uang yang mencurigakan periode 2009-2023 itu ia sebut paling banyak berasal dari pegawai di Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Pergerakan mencurigakan sebesar Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan, yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai,” kata Mahfud saat itu.
Rp 300 Triliun Sudah Disampaikan PPATK Tapi Tak Diketahui Menkeu Sri Mulyani
Mahfud menyebutkan data Rp 300 triliun itu telah disampaikan seluruhnya oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) ke Kementerian Keuangan. Namun, Sri Mulyani mengaku belum menerima data seperti yang disampaikan Mahfud hingga saat ini dari Ketua PPATK Ivan Yustiavandana.
“Sampai siang hari ini saya tidak mendapatkan informasi mengenai Rp 300 triliun itu ngitungnya dari mana, transaksinya apa saja, siapa yang terlibat. Jadi dalam hal ini teman-teman media silakan nanti mungkin bertanya kepada Pak Ivan,” ujar Sri Mulyani.
Mahfud Sebut Melibatkan 460 Lebih Pegawai, Sri Mulyani Malah Ungkap 964
Total transaksi gelap periode 2009-2023 yang diungkap Mahfud Md itu melibatkan lebih dari 460 pegawai. Namun, Sri Mulyani mengatakan, jauh lebih banyak dari itu, meski ia enggan menyamakan dengan data transaksi mencurigakan yang Mahfud sampaikan senilai Rp 300 triliun.
Sri Mulyani menegaskan, data yang ia terima dari PPATK sebetulnya sejak 2007. Dari tahun itu hingga 2023, total pegawai yang diidentifikasi melakukan transaksi mencurigakan berdasarkan surat permintaan analisis dari Inspektorat Jenderal Kemenkeu ke PPATK atau inisiatif PPATK sendiri mencapai 964 pegawai.
“Jadi, 964 itu akumulasi, jumlah pegawai yang diindentifikasi oleh kami, Kemenkeu, Itjen atau yang diidentifikasi oleh PPATK. Dari surat-surat tersebut kita telah melakukan tindak lanjut, semuanya. Jadi kalau kemarin Pak Mahfud memberikan impresi seolah-olah tidak ada tindaklanjut, kami ingin meluruskan sore hari ini,” tegas Sri Mulyani.
Mahfud Sebut Transaksi Mencurigakan Rp 300 Triliun Bukan Korupsi
Mahfud Md memastikan transaksi gelap sebesar Rp 300 triliun di Kemenkeu adalah tindak pencucian uang, bukan korupsi.
“Saya katakan, transaksi yang mencurigakan sebagai tindakan atau tindak pidana pencucian uang. Tindak pidana pencucian uang itu bukan korupsi itu sendiri,” jelas Mahfud dalam Konferensi Pers di kantornya, Jumat (10/3/2023).
“Jadi, tidak benar kalau kemudian isu berkembang di Kemenkeu ada korupsi Rp 300 triliun. Bukan korupsi, tapi pencucian uang,” lanjutnya.
Sri Mulyani Janji Konsisten Bersih-bersih Pegawai yang Terlibat Transaksi Mencurigakan
Setelah terungkapnya data transaksi mencurigakan itu, Sri Mulyani mengaku akan konsisten menggencarkan aksi bersih-bersih, supaya pegawai yang tak berintegritas bisa ditindak sesuai peraturan perundang-undangan. Terlepas besaran data Rp 300 triliun yang masih belum jelas hingga kini.
“Jadi spirit kerja sama antara Pak Mahfud dengan kita akan terus kita lakukan secara erat karena kepentingan kita sama, kepentingan untuk membangun Indonesia, membangun Kemenkeu dan Ditjen Pajak dan Bea Cukai, membersihkan dari mereka yang kotor dan koruptif,” tegasnya. (tib/cnbc)