Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengungkap dua sindikat perdagangan orang ke Timur Tengah. Salah satu sindikat yang ditangkap beroperasi sejak 2015, dan telah mengirim 1.000 orang tenaga kerja Indonesia (TKI) secara ilegal.
“Aktivitas perekrutan PMI (pekerja migran Indonesia) secara ilegal ini dilaksanakan sejak 2015. Jadi kalau kita jumlah perhitungan kami mencapai 1.000 orang korban yang sudah dikirim,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel) pada Selasa (4/4/2023).
Rute pengiriman TKI ilegal oleh sindikat ini yaitu mulai dari Indonesia-Amman Jordania-Arab Saudi. Sindikat ini dikendalikan dua tersangka, yakni ZA (54) dan AS (58).
Djuhandhani mengungkap modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sindikat ini yaitu menjanjikan korban bekerja di Arab Saudi dengan gaji sebesar 1.200 riyal per bulan.
“Menjanjikan para korban untuk bekerja di negara Arab Saudi dengan gaji sebesar 1.200 riyal per bulan,” sebutnya.
Namun, proses perekrutan dan pengiriman tidak melalui prosedur sesuai ketentuan. Tersangka memberangkatkan para TKI secara ilegal dengan visa turis atau pariwisata ke Jordania.
“Tersangka memberangkatkan korban ke negara Jordania dengan menggunakan visa turis atau pariwisata. Menampung sementara para korban di Jordania untuk menunggu proses penerbitan visa untuk masuk ke negara Arab Saudi,” katanya.
Djuhandhani lalu menerangkan terkait sindikat perdagangan orang yang dilakukan sindikat kedua. Sindikat ini mengirim TKI secara ilegal dengan rute Indonesia-Turki-Abu Dhabi.
Sindikat perdagangan orang ini dikendalikan tersangka berinisial OP (40). Sejak 2010, sindikat ini mengirimkan 15 orang ke Dubai dan 28 orang ke Turki.
Sindikat kedua yang diungkap Bareskrim ini menggunakan perusahaan sebagai modus untuk meyakinkan para korban. Padahal, perusahaan itu tidak terdaftar untuk penempatan pekerja migran.
Dalam proses rekrutmen, sindikat ini meminta biaya sebesar Rp 15 sampai 40 juta kepada para korbannya. “Para korban direkrut dengan menggunakan perusahaan yang tidak terdaftar sebagai perusahaan penempatan pekerja migran yaitu PT Savanah Agency Indonesia,” jelas Djuhandhani.
Bareskrim Inventarisir Data Korban
Djuhandhani mengatakan penyidik sedang melakukan inventarisir data 1.000 orang TKI ilegal yang telah dikirim sindikat pertama. “Kemudian dari 1.000 orang, yang merupakan korban diperkirakan sekitar 1.000 orang ini korbannya bermacam-macam. Sementara ini masih kita lihat, karena sedang kita inventarisir. Dari mana yang paling banyak, tentu saja kita belum secara rinci bisa kami sampaikan,” terang dia.
Adapun dalam kasus itu, penyidik telah menggeledah rumah para tersangka dan menyita barang bukti yaitu 97 paspor yang diduga milik korban baik yang akan atau gagal berangkat, 2 lembar tiket pesawat, surat pernyataan 2 lembar, buku catatan 17 buah, print out rekening korban dan buku rekening sejumlah bank.
Pengungkapan kasus ini diawali adanya laporan dari Kementerian Luar Negeri Indonesia. Polri menerima informasi adanya korban dijanjikan bekerja di luar negeri secara ilegal.
“Pengungkapan ini awalnya adalah informasi yang diterima oleh Polri yang berasal dari Kementerian Luar Negeri dari informasi dari kedutaan besar Republik Indonesia,” kata dia.
Para tersangka yang berhasil ditangkap berinisial MA (53), ZA (54), SR (53), AS (58), RR (38), dan OP (40). Para tersangka dijerat Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara, minimal 3 tahun penjara, dan denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
Serta Pasal 81 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar juncto Pasal 86 huruf B UU RI Nomor 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman pidana paling lama 5 tahun dan denda pidana paling banyak Rp 15 miliar. (aud/aud/detik)