Warga mengaku, telah melunasi seluruh pembayaran angsuran kredit modal usaha dari KPPE, selama kurun waktu tiga tahun. Tetapi, hingga kini sertifikat hak milik mereka belum dikembalikan. Bahkan, mereka justru menerima surat pemberitahuan lelang tanah maupun bangunan rumahnya.
" Ini adalah kesalahan dari pengurus. Kami sudah membayar seluruh angsuran dari kredit usaha itu hingga lunas. Tetapi, sertifikat milik kami belum bisa keluar karena masih ada tunggakan di Bank Jatim sekitar Rp 900 juta. Itu bukan kesalahan kami," aku Indah, salah seorang warga yang menuntut kembali sertifikat orang tuanya, Selasa (15/12/2015)
Tunggakan angsuran sebesar Rp 900 juta itu terinci, Kelompok Tani Podo Rukun I sebesar Rp 298 juta, Kelompok Tani Rukun Santoso I sebanyak Rp 105 juta, Kelompok Tani Sumber Makmur V sebanyak Rp 196 juta, dan Kelompok Tani Podo Rukun Santoso sebanyak Rp 225 juta. Selebihnya adalah bunga bank yang terakumulasi selama tahun pelunasan.
Indah menuding, pengurus program KPPE yang notabene para perangkat desa tidak menyetorkan uang angsuran ke Bank Jatim. Sehingga, masih ada tunggakan angsuran hampir mencapai Rp 1 milyar tersebut. Mereka memberi deadline waktu penulasan pembayaran angsuran, pada 20 Desember 2015 mendatang. Apabila pengurus tidak sanggup, mereka akan mengadili secara beramai-ramai.
Untuk diketahui, program KPPE dibidang Pertanian adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan Program Ketahanan Pangan. Ada 120 orang petani di Desa Belor yang ikut dalam program tersebut. Mereka tergabung dalam enam kelompok tani. Sementara pengurus program KPPE dijabat oleh Sunari, sebagai ketua, Sumadi sebagai sekretaris dan Kholis sebagai bendahara.
Di dalam proposal usulan, masing-masing petani dijanjikan dana kredit sebesar Rp 50 juta. Sedangkan syarat pengajuan salah satunya adalah menyerahkan sertifikat hak milik yang dijadikan agunan pada Bank Jatim. Akan tetapi dalam realisasinya, dana yang diterima oleh petani dibawah Rp 50 juta, masing-masing berkisar antara Rp 10-25 juta.
Sunari, sebagai ketua pengurus mengaku, sudah membayarkan seluruh uang angsuran dari anggotanya kepada Bank Jatim. Tetapi karena ada sebagian bukti pembayaran yang bermasalah, akhirnya timbul tunggakan. Dia berjanji akan segera menyelesaikan persoalan itu dengan melacak persoalan pembayaran pada oknum pegawai Bank Jatim yang diserahi setoran.
" Tetap diusahakan, untuk keluar serifikatnya. Nanti akan berembuk dengan pengurus. Kalau mengenai tunggakan Rp 900 juta itu, saya belum tahu keberadaanya. Yang jelas, saya sudah melunasi pinjaman saya. Nanti bisa dikroscek ke pengurus, karena ada sebagian anggota yang belum membayar," kata Sunari menjawab pertanyaan wartawan.
Perangkat Desa Belor ini mengaku, dana KPPE yang terealisasi untuk masyarakat Desa Belor sebanyak Rp 5,5 milyar. Dari jumlah itu, telah disalurkan kepada masyarakat dan sebagian dipinjam secara pribadi oleh pengurus. Alasannya, masyarakat menerima pinjaman sesuai nominal yang diminta. Sementara dana yang dipinjam pengurus disalurkan kepada anggota lain dengan sistem kredit yang sama.
" Besar pinjaman saya Rp 900 juta. Tetapi dana itu tidak saya pakai sendiri, melainkan saya pinjamkan ke anggota lain dengan sistem yang sama. Sebagian masih ada yang belum melunasi. Inilah yang menjadi persoalannya," aku Kholis, selaku bendahara pengurus.
Para petani Desa Belor sudah melaporkan persoalan ke ke Polda Jawa Timur. Bahkan, kasusnya kini dilimpahkan ke Polres Kediri untuk ditindak lanjuti. Namun mereka mempersoalkan sertifikat hak milik yang terancam dilelang bank, apabila para pengurus tidak segera melunasi tunggakan pembayaran.
Warga berharap pemerintah daerah ikut membantu menyelesaikan masalah itu. (nng/ted/bj)