Sesuai UU Nomor 4 Tahun 1972 tentang Perubahan dan Tambahan Ketentuan Beberapa Jenis Tanda Kehormatan Berbentuk Bintang dan Urutan Derajat Tanda Kehormatan RI, Bintang Adipradana masuk kelas dua dari lima kelas yang ada.
Bukan sembarang tokoh bisa meraih Adipradana. Ibu Negara bersama Dra Hj Sinta Nuriyah MHum (istri mantan Presiden Gus Dur), Taufiq Kiemas (suami mantan Presiden Megawati) dan Yang Dipertuan Agung Malaysia, kini sejajar 38 tokoh dan pahlawan bangsa.
Ny Ani sederajat dengan Jenderal TNI Anumerta A Yani, pahlawan Revolusi dan Nasional yang tewas saat G30S/PKI 1965. Istri presiden juga setingkat Jenderal TNI Abdul Haris Nasution, mantan Panglima Angkatan Perang RI dan mantan Ketua MPRS.
Ibu Ani pun sama luar biasanya jasa Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam perjuangan kemerdekaan RI atau saat menjabat Menteri Utama Bidang Ekonomi dan Keuangan Kabinet Ampera.
Ibu Ani kini bukan tokoh perempuan luar biasa, tapi sangat luar biasa. Bintang Adipradana, sesuai Pasal 28 Ayat (1a) UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan RI, mensyaratkan jasa sangat luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi keutuhan, kelangsungan dan kejayaan bangsa dan negara.
Syarat lainnya, pengabdian dan pengorbanannya di berbagai bidang, sangat berguna bagi bangsa dan negara, serta darmabaktinya diakui luas tingkat nasional maupun internasional. Problemnya, sudahkah Ibu Ani memenuhi secara sahih persyaratan UU?
Martabat Bangsa
Ibu Negara patut ekstra bersyukur. Namun, klaim jasa sangat luar biasa bagi bangsa dan negara dari mempersiapkan suami sebagai presiden dan sederet program formalnya, perlu pembuktian konkret.
Program Solidaritas Istri-istri Kabinet Indonesia Bersatu, mobil pintar, motor pintar, rumah pintar, Indonesia Hijau, Indonesia Sehat dan Indonesia Kreatif, belum terasa secara signifikan manfaatnya bagi segenap anak bangsa.
Seberapa nyata program-program pintar mencerdaskan anak-anak Indonesia dari derita orangtua membiayai sekolah anak-anaknya? Seluar-biasa apa jasa Ibu Ani mengentas rakyat dari aneka penyakit dan kondisi kesehatan buruk?
Dan, pembuktian pengasrian lingkungan mana dari tren kerusakan lingkungan di Bumi Pertiwi? Hutan Kalimantan yang menjadi paru-paru dunia saja terancam gundul. Setumpuk pertanyaan kritis mencuat dari kekagetan publik, termasuk sejarahwan, tokoh maupun politikus nasional.
Jika Sejarawan LIPI Asvi Marwan Adam menilai pemberian Bintang Adipradana hanya obral bintang jasa untuk istri pejabat, Wasekjen PKS Fahri Hamzah menuding presiden menguatkan tradisi birokrasi oportunis, produk Orde Baru.
Anggota Komisi III DPR, Desmon J Mahesa, bahkan menganggap Ibu Ani belum layak disejajarkan pahlawan nasional yang telah mendarmabaktikan jasa sangat luarbiasanya bagi manfaat dan keutuhan NKRI.
Kontroversi makin lengkap, begitu mantan Menkeu Sri Mulyani, aktor sentral dalam megaskandal bail out Bank Century Rp 6,7 triliun diberi Bintang Mahaputera Adipradana bersama sembilan tokoh lain, termasuk Aburizal Bakrie, sang Ketua Umum Partai Golkar.
Wajar rakyat kaget dan bingung. Jika benar mereka telah berjasa sangat luar biasa bagi RI, seharusnya negeri kita tak meraih predikat terkorup se-Asia Pasifik. Hukum pun tegak, bukan dekadensi. Apalagi kesejahteraan rakyat. Semoga bintang jasa ini bisa "bersinar," bukan sama kelamnya dengan karut-marutnya bangsa saat ini. (Sumber : Tribun Pontianak)