Terlebih, mantan Bendahara Umum PD, Muhammad Nazaruddin mengakui, pernah bertemu dengan dua pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Ade Raharja. Nama lain yang dianggap layak dimintai keterangannya adalah Wasekjen Demokrat, Angelina Sondakh.
"Itu lebih baik. Yang jelas, seluruh nama yang disebut oleh Nazaruddin memang layak diperiksa dimintai keterangannya," kata anggota Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan, Minggu (07/08/2011).
Pemeriksaan yang dilakukan, Trimedya menambahkan, paling tidak mengedepankan bahwa Komite Etik KPK independen dalam melaksanakan tugasnya, tak bisa diintervensi oleh siapapun.
Komite Etik dibentuk 'pascanyanyian' Nazaruddin mengungkap kedekatan Wakil Ketua KPK M. Jasin dengan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Nazaruddin juga mengungkap pertemuan Anas dengan pemimpin KPK, Chandra M. Hamzah, serta Direktur Penindakan KPK Ade Raharja.
Nazaruddin mengungkap, kasus Wisma Atlit SEA Games, Palembang, Sumatera Selatan hanya berhenti kepada dirinya. Dengan kesepakatan, Demokrat akan perjuangkan Chandra dan Ade dalam pemilihan pemimpin KPK periode berikutnya.
Nazaruddin juga menuduh Ade dan juru bicara KPK, Johan Budi bertemu dengannya pada Januari 2010 di salah satu restoran Jepang di Apartemen Casablanca, Jakarta Selatan. Nazaruddin dalam kesaksiannya mengungkap, bertemu dengan Ade, yang didampingi penyidik KPK bernama Roni Samtana, di tempat yang sama pada Juni tahun lalu.
Komite Etik KPK Harus Periksa Semua Pihak Terkait
Komite Etik KPK disarankan untuk memeriksa seluruh nama-nama berdasar 'nyanyian' Nazaruddin untuk memastikan benar tidaknya adanya pertemuan dua pimpinan KPK dengan mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat tersebut.
Komite Etik, harus mengusut tuntas masalah internal KPK, agar lembaga hukum independen ini dapat kembali dipercaya publik. "Komite etik seharusnya sudah bekerja lebih jauh untuk menemukan adanya pelanggaran terjadi di internal KPK. Tak hanya memeriksa internal KPK saja, tapi semua yang disebut oleh si Nazaruddin, juga harus diperiksa," kata politisi PPP yang juga anggota Komisi III DPR --membidangi masalah hukum dan HAM-- Ahmad Yani, Minggu (07/08/2011).
Yani mengungkapkan hal ini, terkait makin turunnya citra KPK di mata publik. Dalam hasil survey terbaru tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga ini sudah berada di bawah 50 persen. "Dan apapun hasilnya dari Komite Etik KPK, harus dimumkan secata terbuka kepada publik. Biar publik tahu, apakah masalah selama ini yang membuat citra KPK makin buruk atau tidak," Yani menegaskan.
"Nggak usah mereka yang disebut itu mengaku. Yang penting ada alat bukti, itu sudah kuat," tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Yani juga mengkritik keberadaan Abdulah Hehamahua sebagai Komite Etik KPK. Keberadaan Hehamahua, dapat mempengaruhi penilaian saat dilakukan uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR.
"Harusnya Pak Abdullah Hehamahua mundur dari tim etik. Paling tidak, ada independensi saat dilakukan fit and propertest oleh DPR," Yani menegaskan. (Tribunnews)