“Klien kami yang telah mengeluarkan biaya besar untuk investasi ini, kemudian dicabut izinnya, tentunya kami akan melakukan upaya hukum. Kami akan mengajukan gugatan kepada Pemkab Lumajang. Karena, klien saya telah dirugikan,”tegas M Sholeh, kuasa hukum PT Padmanaba Putra Mandiri dalam jumpa pers di Lumajang, Selasa (1/3/2011).
M Sholeh juga menegaskan, perencananaan pertambangan yang telah disusun rapi sesuai tahapan yang berlandaskan aturan perundangan dan keinginan agar eksploitasi tidak berdampak lingkungan ini, patut untuk diteruskan dalam resosialisasi berikutnya.
Dalam kesempatan itu, Dirut PT Panmanaba Putra Mandiri Bambang Pramukantonoini menegaskan, tidak ada alasan bagi mayarakat untuk mengkhawatirkan dampak dari eksploitasi pertambangan yang dilakukan di pesisir tersebut.
“Kami sudah melakukan berbagai kajian sebelum mengajukan izin pertambangan. Hingga, Pemkab Lumajang memberikan izin untuk eksploitasi selama 10 tahun ke depan yang bisa diperpanjang 10 tahun kemudian,” tandas Bambang yang duduk di samping M Sholeh.
PT Padmanaba Putra Mandiri, menurut Bambang Pramukantono, sudah melakukan pertemuan dengan Wakil Bupati Lumajang H As’at Malik untuk mempertanyakan adanya penolakan dari warga yang terjadi belakangan ini.
“Yang jelas, sosialisasi kembali dibutuhkan. Kami siap duduk bersama dnegan warga untuk menjelaskan persoalan pertambangan yang akan kami lakukan. Karena, banyak salah persepsi yang dimunculkan warga sebagai bentuk kekhawatirkan yang disampaikan luas melalui media selama ini,” paparnya.
Selain itu, kata Bambang, perusahaannya akan melakukan kegiatan pascapenambangan berupa revegetasi atau penghijauan, kegiatan untuk pemulihan lingkungan seperti sebelum dilakukan penambangan, kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan masyarakat sebagai prakarya tambang. Caranya, dengan menjadi tambang percontohan dengan tidak menimbulkan sosial konflik dan mengakomodir keinginan masyarakat untuk bercocok tanam, tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Bambang juga meluruskan tudingan bahwa penambangan yang dilakukan akan merusak dan menimbulkan ancaman tsunami. Termasuk kabar yang beredar bahwa pengerukan sedalam 200 meter di pesisir pantai.
“Kami hanya melakukan penambangan dengan mengeruk pasir pantai 8 sampai 10 meter saja. Metode penambangan kami sederhana, hanya mengambil kadar besinya saja. Sedangkan, sisa penambangan yang tidak kami ambil, akan dikembalikan dengan tidak merusak lingkungan,” terangnya.
Perlu diketahui, penambangan pasir besi tersebut memang menuai penolakan karena kekhawatiran dampak yang dihasilkan. Aksi masyarakat itu bahkan sempat menutup akses keluar masuk Gedung DPRD Kabupaten Lumajang hingga para pejabat dan anggota DPRD, termasuk Muspida tidak bisa keluar setelah mengelar sidang Paripurna dengan agenda penetapan APBD Tahun 2011.
Apalagi dalam aksi demo tersebut, sedikitnya 300 warga Desa Wotgalih yang dipelopori Forum Solidaritas warga Desa Wotgalih atau Foswot memaksa Pemkab Lumajang untuk mencabut izin pertambangan pasir besi.
M Sholeh menilai kekhawatiran warga itu berlebihan. Sebab proyek pertambangan yang dilakukan kliennya dilakukan secara profesional sesuai dengan prosedur yang ada, termasuk adanya Corporate Social Respocibility (CRS) untuk kepentingan pembangunan desa setempat.
“Kami juga siap untuk diuji materiil sejauh mana konsep ini membahayakan bagi masyarakat,” pungkas M Sholeh. (gik/gik)(detiksurabaya)